*DPR kita tidur* Harusnya DPRD-nya mengajukan ke pusat demi membangun ekonomi daerah berbasis kerakyatan, Cukai Downtrading di usulkan 1/5 dr cukai Nasional, dengan ketentuan hanya di perjualbelikan lingkup daerah sendiri ( lokalan/pasar lokal ), produk JATIM hanya boleh dijual di Jatim, " itupun bisa menjadi tolak ukur pemetaan omzet kategori kecil sd yg besar ", Usaha Rokok. Kalau pengusaha rokok sendiri di minta data omzet, kayaknya ada kemungkinan manipulasi. Begitu pengusaha rokok daerah dengan skala kecil ingin menambah & memperluas daerah pemasaranya supaya omzetnya bertambah besar sebab mungkin prodaknya laris manis di skala lokal, maka cukai rokoknya wajib menggunakan cukai Nasional, jika ketahuan rokok lokal dengan cukai lokal kok di perjualbelikan keluar daerah, baru bisa dikenakan sanksi sesuai aturan yang harus di buat dan di sepakati. Maindset ekonomi kerakyatan berbasis UMKM jadi dasar pengambilan kebijakan pusat. Sementara Naga besar yg punya produk cukai skala Nasional tetep dgn aturan yang ada saat ini, sebab omzetnya juga besar di dapat dari pasar yg skalanya juga besar ( Nasional) , kecuali mungkin punya prodak baru dgn skala pasar awal skala kecil, ini bagi naga besar juga bisa menjadi shering estimasi dan observasi pasar,bisa tidak produk baru tadi di lebarkan pasarnya jd nasional, itupun untuk menghindari prodak gagal. Naga besar : saat ini juga mengeluh, begitu drastis penurunan omzetnya semenjak masifnya peredaran Downtrading di pasaran. Kalau seperti itu, namanya negara mau hadir. Wong adanya umaro' dalam kehidupan sosial yg bernama negara itu tugas utamanya mengatur, bukan jadi oknum memeras pedagang kecil & meminta jatah ke Pengusaha rokok non cukai / downtrading. Sementara Pusat cm bisa mengeluh pendapatan dr cukai rokok resmi menurun gegara downtrading.