A MORNING IN MY LIFE - NGOBROL SAMBIL BERSIH-BERSIH DAPUR AMERIKA & DEKOR ULANG

Рет қаралды 661

18 күн бұрын

HIDUP TENANG = HIDUP JADI DIRI SENDIRI
Suatu hari, saya menelepon konsultan finansial yg jasanya akan saya dan suami gunakan untuk investasi pensiun jangka panjang di Amerika. Sebetulnya, saya sudah dikirimi buku dan formulir lengkap untuk dipelajari. Dan saya memang orangnya suka baca dan riset.
Tapi sebagai orang awam investasi, meskipun juga main saham kecil-kecilan, apalah saya ini. Apalagi begitu banyak hal yg berbeda di Amerika dibandingkan Indonesia. Jadi kalau cuma baca buku panduannya, kok kayaknya definisi tiap kategori investasi mirip-mirip. Saya butuh penjelasan yg lebih sat set dan mencerahkan.
Jadi saya auto telpon penasehat keuangan kami, karena saya pas lagi libur kerja juga.
Dan memang, kalau sudah ahlinya itu beda dg yg amatiran macam saya. Pertanyaan awal yg dia ajukan ke saya, bisa auto mencerahkan.
Dia to the point tanya, “Anda karakternya bagaimana soal uang? Konservatif atau agresif?”
Dari 1 pertanyaan ini aja, sudah bisa menjawab banyak banget pikiran di kepala saya.
Ya betul, menjalani hidup termasuk berinvestasi, itu yg sesuai karakter kita masing-masing.
Nggak akan asyik dan melelahkan kalau kita mengikuti orang lain yg memang kepribadiannya beda dengan kita. Orang konservatif nggak akan nyambung dg yg agresif, begitu juga sebaliknya. Nggak ada yg lebih baik, asal dijalani dengan sebaik-baiknya memaksimalkan potensi kita sesuai karakter. Dan nggak perlu FOMO yg bukan diri kita sendiri.
Saya pribadi, dalam hal keuangan dan banyak hal lain yg esensial, termasuk konservatif. Saya sangat enjoy slow living yg balance, bukan yg bermalas-malasan atau yg terlalu ambisius apa-apa diinginkan.
Saya ambisius secukupnya. Saya hobi mencari cuan secukupnya. Saya kreatif jualan ini itu secukupnya. Saya beli barang branded seperlunya. Saya mengelola keuangan rumah tangga dengan berinvestasi seperlunya. Saya bekerja keras secukupnya. Saya multitasking seperlunya. Saya merencanakan hal-hal jangka panjang seperlunya. Saya menginginkan hal-hal yg secukupnya.
Saya sama sekali bukan pengejar tren. Makanya saya kudet dengan tren terkini.
Saya sama sekali nggak ngerti drakor, yg pernah coba nonton tapi nggak cocok dg karakter yg lebih suka film action/thriller/spionase/detektif.
Saya nggak ngeh fenomena FB Pro lah, FB challange-lah, apalah.
Saya nggak pernah bikin jurnal atau to do list.
Saya nggak pernah bikin target.
Saya nggak pernah ngoyo atau ngotot dalam banyak hal.
Bukan berarti nggak berusaha maksimal ya.
Tapi saya lebih cocok dengan segala sesuatu yg secukupnya. Nggak ngotot, nggak juga letoy.
Bagi saya, keseimbangan itu penting banget karena saya suka kehidupan yg tenang dan nyaman.
Misalnya saat dulu belum ketemu jodoh, yg pertama kali saya renungkan adalah : jodoh seperti apa yg saya inginkan? Jawabannya ternyata : yg Katolik taat, bertanggung jawab, jujur, pintar dan berwawasan luas jadi nyambung ngobrolnya dg saya yg juga tjerdas dan tangkas *wkwkwk 😆, rajin bekerja, punya pekerjaan bagus dan syukur-syukur mapan.
Dari pemahaman tentang apa yg saya inginkan itu, lalu saya memetakan “strategi” yg cocok. Tentunya dengan mencoba gabung di komunitas jomlo Katolik setempat. Kendalanya adalah ternyata kebanyakan saya kurang cocok dg pola pikir cowok Indo (terutama kalau sandwich generation seperti saya), jadi saya berfikir mungkin jodoh saya dari jauh.
Selidik punya selidik, karena saya maunya wajib yg Katolik taat, maka aplikasi kencan online yg sesuai hanyalah Catholic Match. Saya ikut yg berbayar supaya bisa sat set kirim dan menerima pesan. Kalau yg gratisan tentunya dibatasi. Sedangkan saya mau ketemu jodoh yg sebaik-baiknya, se-Katolik-Katolik-nya, jadi ya nggak apa keluar modal untuk bayar online dating yg sesuai.
Apakah langsung mak bedunduk sukses? Tentu tidak. Apakah saya rajin dan nge-chat banyak cowok disana? Tentu tidak juga. Kan udah dibilang saya karakternya konservatif. Alih-alih chat ke banyak profil, saya lebih suka baca dengan teliti aneka profil cowok yg ada di Catholic Match. Kalau benar-benar cocok dan hati terpanggil, barulah saya say hi ke dia. Ada yg dibalas, ada yg nggak. Ada yg ngobrol sekilas lalu sepi. Macam-macam lah. Tapi ya saya woles aja. Tetap berusaha dg maksimal tapi yg sesuai dg kepribadian saya. Jadi memang nggak banyak yg saya ajak chat. Paling 20-30an profil saja sepanjang hampir 4 tahun di Catholic Match.
Kalau cuma segitu, gimana bisa ketemu jodoh? Bisa. Karena jalan saya memang woles konservatif begitu. Dan Tuhan nggak pernah salah merancang kita masing-masing. Profil seorang cowok yg benar-benar bikin saya wow untuk gigih mengenal dia, itulah ternyata yg jadi suami.
Kalau kita sudah kenal diri sendiri dengan baik, kita bakalan paham kok mana yg paling baik dan sesuai untuk kita. Boleh lah menjadikan kisah sukses orang lain sebagai inspirasi, tapi jangan sampai bingung dg jati diri hanya karena sibuk mengikuti orang lain.
Koentji-nya cuma 1 : jadi diri sendiri. Udah. Sederhana tapi sangat mengena.