@@desideriacempaka sudah bu Desi, tadi 1 pertanyaan dari saya via grup whatsapp
@Apn.R10 ай бұрын
Apakah tepat jika etika dikatan sesuatu yg harus tertulis sehingga obyektif dan etiket tidak perlu tertulis karena bersifat subyektif??
@domenicowisnui4 жыл бұрын
Selamat siang bu, saya Domen (190906985) ingin bertanya. Salah satu restoran cepat saji menjual produknya dengan memaparkan gambar makanan yang terlihat begitu lezat, berisis, dan nikmat lembar menu. Kemudian suatu pembeli memesan menu makanan tersebut via daring (delivery order). Setelah makanan tiba di rumah, ternyata isi, bentuk, dan kondisi makanan tidak mirip dengan gambar yang terpapar di lembar menu. Makanannya lebih kecil, sayuran tidak lengkap, dan lebih lembek. Apakah hal tersebut melanggar etika? Jika iya, etika apa yang dilanggar? Apakah pemesan dapat menuntut jalur hukum akan kejadian tersebut dan mengatakan sebagai penipuan? Terima kasih.
@desideriacempaka4 жыл бұрын
Hai Domen, pertanyaan bagus dan pengamatan bagus. Curhat yaa.. wkwkkw.. Nah, gini, kan ada tuh domain hukum dan domain etika. Yang seperti itu tidak bisa diarahkan ke domain hukum kecuali ada hukum yg mengatur soal perlindungan konsumen dan manipulasi media iklan dan promosi makanan. Jika tergantung aturan hukum negaranya. Yang bisa diarahkan adalah soal etika. Karena cenderung manipulatif. Tapi etika itu juga soal awareness. Apakah masyarakat sadar etika dan paham soal ini? Etika biasanya jatuh ke sanksi sosial dari komunitas. kalau komunitas bisnis maka sanksinya bisa dijatuhkan dari komunitas tersebut, tapi jika semacam PKL begitu, dan mereka tidak terlalu sensitif soal etika ini ya... dibiarin aja. Kasus besar seperti junk food, itu juga pernah ada masalah, tapi mereka bisa argue bahwa itu makanan lengkap, hanya memang tidak seperti foto karena masalah waktu dari keluar panggangan hingga ke konsumen. Jadi etika juga masalah edukasi dan sensitifitas komunitas/masyarakat. Jika mereka menjunjung tinggi ini, maka mereka akan memberikan sanksi sosial dari tindakan kurang etis.