Рет қаралды 6,127
DR. Musni Umar, Ph.D., Sosiolog dan Wakil Rektor l Univ. Ibnu Chaldun Jakarta ikut memberikan dukungannya terhadap Judicial Review yang diajukan oleh AILA Indonesia sesuai dengan bidang dan kepakaran beliau.
___________________________
Hidayatullah.com-Sidang lanjutan Judicial Review (Uji Materi) KUHP Pasal 284,285, dan 292 tentang perzinahan, perkosaan, dan pencabulan kembali berlangsung di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (26/07/2016).
AIiansi Cinta Keluarga Indonesia (AILA) sebagai pemohon menghadirkan para ahli. Diantaranya adalah Sosiolog, Prof. Musni Umar.
Wakil Rektor I Universitas Ibnu Chaldun ini menyatakan pengertian zina tidak hanya mereka yang sudah menikah atau kawin, sesuai pasal 284 KUHP. Kini saatnya menghapus frasa telah kawin. Sehingga definisi perzinahan menjadi diperluas bukan hanya bagi yang sudah menikah saja.
“Zina adalah siapa saja yang melakukan hubungan seksual dengan perempuan atau laki-laki lain tanpa ikatan pernikahan,” terangnya.
Musni mengungkap salah seorang mahasiswa perguruan tinggi di Semarang berinisial BD yang gemar melakukan hubungan seks di luar nikah. Bahkan dalam hitungan bulan, BD bisa melakukan hal tersebut sampai sepuluh kali. Baginya, seks sudah sebagai sebuah kebutuhan. Meski belum menikah.
“Salah satu persoalan besar yang dihadapi adalah rusaknya akhlaq bangsa dengan banyaknya perzinahan, perkosaaan, dan pencabulan di kalangan masyarakat. Seks bebas merajalela dan berdampak negative pada masyarakat, bahkan membahayakan. Bahkan ada istilah ‘cabe-cabean’ di sekitar kita,” jelasnya.
Penulis buku Meluruskan Arah Reformasi (2008) ini mengutip data penelitian tahun 2002 di Yogyakarta yang dilakukan Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora mengemukakan hasil penelitiannya bahwa hampir 97,05% mahasiswa di Yogyakarta sudah hilang keperawanannya saat kuliah. Juga kasus yang hampir sama di Bandung, Jawa Barat dan di Semarang Jawa Tengah.
“Prilaku seks bebas yang terjadi di kalangan pelajar dan mahasiswa memang cukup memprihatinkan,” ujarnya.
Juga kasus pencabulan sesama jenis yang juga amat menggemparkan dan mencuat ke public setiap saat yang dinilai sangat mengerikan.
Psikiater: Stop Kampanye LGBT, Penyimpangannya Bisa Diobati
Menurutnya penyebabnya sangat banyak, salah satunya adalah bangsa Indonesia masih mempertahankan hukum warisan penjajah Belanda yang dinilai sudah ketinggalan zaman.
“Hukum Indonesia tetap mengamalkan hukum warisan penjajah yang memiliki budaya, agama, adat istiadat, dan segala hal yang sangat berbeda dengan hukum yang diyakini, dihayati, dan diamalkan oleh masyarakat kita. Maka ada anekdot atau kelakar, ‘hukum dibuat untuk dilanggar, tidak ditegakkan’,” ujarnya.
Untuk melindungi bangsa Indonesia, ia mendukung pemohon dan meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia memperluas makna dalam pasal perzinahan. Seperti perzinaan bebas, pemerkosaan dalam segala bentuknya, serta pencabulan sesama jenis, sesuai amanah pembukaan Undang-Undang.
Terutama tentang Pasal 248 KUHP, bahwa perbuatan zina adalah perbuatan persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang tidak disertai dengan ikatan pernikahan dan perkawinan.
“Dengan demikian, pengertian zina tidak hanya mereka yang sudah nikah atau kawin, sesuai Pasal 284 KUHP, tetapi siapa saja yang melakukan hubungan seksual dengan perempuan atau laki-laki lain tanpa melalui ikatan perkawinan atau akad nikah.”
Termasuk Pasal 285 KUHP tentang Perkosaan, bisa dialami oleh wanita atau laki-laki, sehingga sangat tepat jika diperluas maknanya yaitu wanita dan laki-laki. Dan Pasal 292 KUHP tentang Pencabulan yang bisa terjadi pada semua usia.
Musni mengajak untuk menggunakan momentum ini untuk perbaikan negeri ini.
Dalam agenda SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-XIV/2016 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 terkait Pasal 284 ayat (1) sampai dengan ayat (5)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dihadiri pihak Pemohon, Kuasa Hukum Pemohon, Ahli dari Pemohon dan pemerintah.
Pemohon dihadiri; Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, M.Si, Rita Hendrawati Soebagio, S.Psi., M.Si, Dr. Sitaresmi Sulistyawati Soekanto, Nurul Hidayati Kusuma Hastuti Ubaya, Dr. Tiar Anwar Bachtiar, S.S., M.Hum, Dhona El Furqon, S.H.I., M.H dengan menghadirkan tiga orang dari ahli; Dr. Musni Umar, Prof. Dr. Dadang Hawari, dan Prof. Mudzakkir, S.H.
Sementara dari pihak Pemerintah diwakili Surdiyanto, Hotman Sitorus, Wahyu Jaya Setia Azhari dan Mareta Kustindiana.* /Nunu Karlina
www.hidayatulla...