Рет қаралды 57,805
Sebagian dari kita barangkali sudah mengetahui bahwa, Pura Dasar Bhuwana Gelgel adalah salah satu tempat suci Hindu yang sangat penting artinya bagi sebagian besar masyarakat Bali.
Pura yang berdiri di atas lahan yang lumayan luas ini terletak di Desa Gelgel, Kecamatan Klungkung dan berjarak sekitar 4 km di sebelah selatan kota Semarapura. Ada pihak yang mengira bahwa Pura Dasar Bhuwana Gelgel adalah tempat suci khusus untuk keturunan warga Pasek Sanak Sapta Resi. Benarkah itu? Mari kita telusuri dengan merujuk buku Jro Mangku Gde Ketut Soebandi berjudul Babad Pasek: Mahagotra Pasek Sanak Sapta Resi.
Pada bekas parhyangan Mpu Ghana di Desa Gelgel, Klungkung, oleh Mpu Dwijaksara dibangun sebuah pura yang diberi nama Bebaturan Penganggih pada tahun 1267 Masehi. Pura ini dipakai sebagai tempat suci untuk memuliakan dan memuja arwah suci Mpu Ghana dan Hyang Widhi Wasa.
Mengenai pendirian pura ini, ada diuraikan dalam Babad Dalem Tarukan sebagai berikut: ”…dan dikisahkan yang ada di Bali yaitu Mpu Dwijaksara bersama sanak saudaranya, semua memperoleh tempat dan kedudukan di masing-masing desa.
Berdasarkan pesan Raja sebelumnya, Mpu Dwjaksara diminta agar menyelamatkan dan memelihara Sad Kahyangan di Bali. Namun, belum seluruh pura berhasil dibangun, hanya Pura Bebaturan Penganggih Gelgel yang dapat diselesaikan oleh beliau di samping memelihara Pura Taman Bhagendra di Gelgel, sehingga tugas beliau dianggap belum tuntas.”
Dalem Gelgel Sri Smara Kepakisan, yang naik tahta pada tahun 1380 Masehi, kemudian meningkatkan status dan fungsi Pura Bebaturan Penganggih menjadi pura panyungsungan atau pemujaan jagat dan dinamakan Pura Dasar Bhuwana Gelgel.
Dari status dan fungsi serta namanya sudah dapat dipahami bahwa Pura Dasar Bhuwana Gelgel, di samping sebagai tempat suci persembahyangan, juga dapat berfungsi sebagai pemersatu atau sebagai landasan persatuan dan kesatuan bagi seluruh rakyat Bali.
Dalem Gelgel Sri Smara Kepakisan, dalam hal ini, telah menempatkan kedudukan serta harkat dan martabat setiap orang dan persoalannya masing-masing pada proporsi yang sebenarnya.
Di dalam Pura Dasar Bhuwana Gelgel kemudian dibangun pura sebagai penyungsungan pusat dari Tri Warga atau tiga kelompok keturunan, yaitu Warga Satriya Dalem, Warga Pasek atau Mahagotra Pasek Sanak Sapta Resi, dan Warga Pande. Mereka itu merupakan kekuatan potensial kepemimpinan masayarakat Bali kala itu.
Dengan demikian berarti di dalam Pura Dasar Bhuwana Gelgel, selain terdapat palinggih atau tempat suci untuk memuliakan dan memuja Hyang Widhi Wasa juga terdapat palinggih atau tempat suci untuk memuliakan dan memuja arwah suci para leluhur dari Tri Warga tersebut.
Kemudian, setelah tibanya Danghyang Nirartha di Bali pada tahun 1489 Masehi, di Pura Gelgel dibangun lagi sebuah palinggih atau tempat suci sebagai penyungsungan atau pemujaan pusat keturunan Danghyang Nirartha, yaitu warga Brahmana Siwa.
Sejak saat itu di Pura Dasar Bhuwana Gelgel terdapat palinggih atau bangunan suci tempat memuliakan dan memuja arwah suci leluhur Catur Warga, yang letaknya berturut-turut dari utara ke selatan.
Pertama adalah palinggih untuk Warga Mahagotra Pasek Sanak Sapta Resi, lalu palinggih untuk Warga Satriya Dalem, kemudian palinggih untuk Warga Brahmana Siwa dan terakhir palinggih untuk Warga Pande Besi.
Palinggih penyungsungan Catur Warga di Pura Dasar Bhuwana Gelgel ini adalah sebagai perlambang dan cermin, bahwa unsur-unsur kekuatan dan kepemimpinan di masa itu ada di tangan empat warga tersebut.
Penetapan Pura Bebaturan Penganggih menjadi pura penyungsungan jagat, dengan nama Pura Dasar Bhuwana, memberikan gambaran bagaimana kebijaksanaan Dalem Gelgel Sri Smara Kepakisan, yang kemudian diteruskan oleh putra sulung beliau, yaitu Dalem Gelgel Sri Waturenggong yang naik tahta pada tahun 1460 Masehi.