Рет қаралды 989
Masa Pemerintahan Wikramawardhana (1389-1429): Bertahan di Tengah Badai
Meninggalnya Hayam Wuruk dan Gajah Mada menandai era baru bagi Majapahit, era yang diwarnai perjuangan mempertahankan kesuksesan di tengah gelombang kemunduran. Wikramawardhana, suami Hayam Wuruk, naik takhta dengan tekad melindungi warisan pendahulunya. Namun, ia dihadapkan pada berbagai kendala berat yang menguji kepemimpinannya:
Pemberontakan Internal:
Pemberontakan Domasi (1406): Dipimpin oleh Wirawardhana, putra Hayam Wuruk dari selirnya, pemberontakan ini menjadi salah satu yang terbesar dan terberat di masa pemerintahan Wikramawardhana. Meskipun berhasil dipadamkan, pemberontakan ini menunjukkan melemahnya kontrol Majapahit atas wilayahnya dan menjadi pertanda awal dari perpecahan internal.
Pemberontakan di Sumatera: Beberapa wilayah di Sumatera, seperti Palembang dan Lampung, mulai melepaskan diri dari cengkeraman Majapahit. Pemberontakan ini menunjukkan bahwa pengaruh Majapahit di luar Jawa mulai memudar.
Perebutan Kekuasaan:
Perebutan Tahta: Kematian Hayam Wuruk memicu perebutan tahta antara keturunannya dan keturunan Wikramawardhana. Perebutan ini memicu perpecahan internal dan melemahkan stabilitas kerajaan.
Perseteruan Antar Pejabat: Para pejabat tinggi Majapahit terpecah belah dalam perebutan kekuasaan dan pengaruh. Hal ini menyebabkan kekacauan dalam pemerintahan dan menghambat upaya untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi kerajaan.
Ancaman dari Luar:
Kebangkitan Demak: Demak, kerajaan Islam yang sedang berkembang pesat di Jawa Tengah, mulai menjadi ancaman serius bagi Majapahit. Di bawah kepemimpinan Raden Patah, Demak terus memperluas wilayahnya dan menantang dominasi Majapahit dalam perdagangan dan politik.
Serangan dari Malaka: Malaka, yang didirikan oleh Parameswara, mantan pangeran Majapahit, menjadi saingan utama Majapahit dalam perdagangan maritim. Malaka berhasil menguasai Selat Malaka, jalur perdagangan penting yang menjadi sumber kejayaan Majapahit.
Meskipun dihadapkan pada berbagai rintangan berat, Wikramawardhana menunjukkan kepemimpinan yang cakap. Dia berhasil menumpas beberapa pemberontakan, menjalin hubungan diplomatik dengan kerajaan lain, dan bahkan memperluas wilayah Majapahit ke beberapa daerah di Kalimantan. Namun, dia tidak mampu menghentikan gelombang kemunduran yang sudah mulai melanda kerajaan.
Usaha Wikramawardhana untuk Menyelamatkan Majapahit:
Memperkuat Militer: Wikramawardhana memperkuat militer Majapahit untuk menghadapi ancaman dari luar. Dia juga membangun benteng-benteng pertahanan di beberapa wilayah strategis.
Memperluas Hubungan Diplomatik: Wikramawardhana menjalin hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara dan Asia Tenggara. Hal ini dilakukan untuk memperkuat posisi Majapahit di kancah internasional dan mencari sekutu untuk melawan Demak dan Malaka.
Mempromosikan Budaya dan Agama: Wikramawardhana mempromosikan budaya dan agama Hindu di Majapahit. Dia membangun candi-candi baru dan mendukung kegiatan keagamaan. Hal ini dilakukan untuk memperkuat rasa persatuan dan identitas di kalangan rakyat Majapahit.
Meskipun Wikramawardhana telah berusaha keras, Majapahit tetap tidak dapat menghindari kemunduran. Faktor-faktor eksternal dan internal yang kompleks, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terus menggerogoti fondasi kerajaan.
Masa Pemerintahan Setelah Wikramawardhana (1429-1527): Menuju Jurang Kejatuhan
Setelah wafatnya Wikramawardhana, Majapahit semakin terjerumus ke dalam kekacauan. Perebutan tahta antara keturunan Hayam Wuruk dan Wikramawardhana terus berlanjut, memicu perang saudara yang berkepanjangan. Perang ini melemahkan Majapahit secara signifikan dan membuka peluang bagi musuh-musuhnya untuk menyerang.
Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Trenggana, memanfaatkan situasi ini untuk melancarkan serangan ke Majapahit. Pada tahun 1527, pasukan Demak berhasil merebut ibukota Majapahit, Trowulan, dan menghancurkannya. Brawijaya V, raja terakhir Majapahit, terbunuh dalam pertempuran.
Majapahit, yang pernah menjadi kerajaan maritim terkuat di Nusantara, tak luput dari jerat kemunduran. Kejayaan yang diraih perlahan memudar, diwarnai dengan melemahnya ekonomi. Faktor internal dan eksternal bagaikan benang kusut yang menjerat Majapahit, mengantarkannya pada kejatuhan yang tragis.
Lemahnya Ekonomi: Benang Merah Kejatuhan
Pergeseran pusat perdagangan ke Malaka:
Kebangkitan Malaka: Di bawah kepemimpinan Parameswara, Malaka menjelma menjadi saingan kuat Majapahit. Strategisnya di Selat Malaka menarik para pedagang, mengalihkan jalur perdagangan yang sebelumnya dikuasai Majapahit.
Penurunan pendapatan: Hilangnya jalur perdagangan utama berakibat fatal bagi Majapahit. Pendapatan dari bea cukai dan pajak perdagangan merosot drastis, menguras kas kerajaan dan melemahkan fondasi ekonomi.
Sistem irigasi dan pertanian yang tak terawat: