Рет қаралды 35
Pura ini tidak dapat dipisahkan dengan perjalanan rohani dari orang bijak yaitu Rsi Markandeya (sekitar abad ke-9 SM) yang memiliki perjalanan dari desa Taro ke gunung Agung didampingi 400 pengikutnya. Rsi Markadeya pergi melalui perjalanan yang sangat panjang dengan cuaca panas, itu membuat pengikutnya merasa lelah. Kemudian, beliau dan para pengikutnya memutuskan beristirahat di lembah Pangkung Dawa. Disini beliau menemukan tempat yang damai serta sempat membuat beberapa ukiran pada candi untuk memuliakan manifestasi Sang Hyang Giri Pati (Dewa Siwa) dan Sang Hyang Ari Murti (Manifestasi Dewa Wisnu) untuk memohon Tirta Amerta (yang dipercaya sebagai air suci mujarab untuk keselamatan) serta untuk menghilangkan rasa dahaga para pengikutnya dan juga untuk mengembalikan kesegaran tubuh beliau beserta para pengikutnya.
Selama pemujaan, munculah mata air suci ditengah-tengah Pangkung Dawa, yang diberi nama Tirta Dawa Gunung Kawi, Sementara nama Gunung Kawi berasal dari kata "ukir-ukiran" (ukiran) vang dibuat di tempat ibadah yang dilambangkan pegunungan.
Ketika Rsi Markandeya Itu rajin melaksanakan pemujaannya, ada juga mata air lain muncul dari tanah yang diberi nama Tirta Empul. Tirta Empul terkenal sebagai air yang berasal dari beberapa sumber mata air dan sesual dengan kepercayaan Hindu dan budaya Ball mata air ini dapat digunakan untuk pemurnian diri dan penyembuhan berbagal jenis penyakit.
Pemurnian diri di sini berarti untuk memurnikan diri dari perbuatan negatif yang ditemukan baik dalam jiwa maupun tubuh kita.
Pura ini juga tidak dapat dipisahkan dengan Pura Tirta Empul dan Pura Mengening yang terletak di Tampaksiring, dan juga memiliki mata air yang sangat besar. Air untuk keyakinan agama Hindu memiliki makna penting, air sebagai sumber kekuatan spiritual, sumber kehidupan, sumber kemakmuran. Mata air ini mengairi sekitar 100 hektar sawah padi yang terdiri dari 3 subak (sistem tradisional Bali). Subak itu diantaranya adalah Subak Delod Belumbang, Subak Cebok dan Subak Tengah Padang yang terletak di Kecamatan Tegallalang.
Desa Sebatu dan anggota subak (sekitar 200 keluarga) bertanggung jawab untuk melakukan upacara dan mengambil hak peduli Pura Gunung Kawi Sebatu. Upacara Pura dilakukan pada Purnamaning Sasih Kasa (sekali setahun atau setiap bulan Juli). Pura ini didedikasikan untuk Dewa Wisnu sebagai manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang memiliki fungsi kosmik pemeliharaan dalam kepercayaan Hindu, selain itu Pura ini juga didedikasikan untuk Dewi Gangga.