Рет қаралды 6,771
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Topi caping menjadi perlengkapan kerja para petani, nelayan serta pedagang pasar terapung di Kalsel. Dalam bahasa Banjar, topi besar berbahan daun nipah kering, berbentuk hampir setengah bola itu disebut tanggui.
Seiring kebutuhan tanggui di masyarakat Kalsel, aktifitas produksi tanggui tak pernah berhenti. Setiap hari tanggui dibuat dan dipasarkan ke berbagai kabupaten di banua ini.
Sentra produksi tanggui di Kalsel ada di Banjarmasin yaitu di wilayah Kelurahan Alalak Selatan, Kecamatan Banjarmasin Utara.
Merangkai daun nipah memang mata pencaharian mereka. Meski penghasilannya tidak seberapa, namun mereka tetap rajin berproduksi demi asap dapur tetap mengepul.
Sebagaimana Sariyah, perempuan 50 tahun ini sangat mengandalkan penghasilan dari membuat bakal tanggui (setengah jadi). Pasalnya, sang suami sudah tak mampu lagi mencari rezeki karena terserang stroke.
Ibu dari empat anak dan nenek dari dua cucu ini, belajar membuat tanggui sejak masih kecil.
Keterampilan itu didapat secara turun temurun, karena mulai dari kakek-nenek buyutnya adalah pengrajin tanggui.
Dalam sehari, Sariyah sebenarnya mampu membuat hingga 50 bakal tanggui. Namun yang saat ini bisa dilakukan sesuai kemampuan dana yang sangat terbatas, untuk modal membeli bahan.
"Bahannya, yaitu daun nipah, masih cukup banyak tersedia. Hanya saja kesanggupan saya cuma membuat 10 buah. Karena keuntungan yang saya dapat hanya mampu beli 2 ikat daun nipah, itupun uang sisa setelah dibelikan kebutuhan dapur," selorohnya.
Daun nipah dibeli dari pemasok yang mengumpulkan daun nipah di pulau Kembang. Seikat harganya Rp 5.000. Rata-rata minimal sebesar itulah uang modal yang harus disisihkan Sariyah setiap hari.
"Seikat nipah itu bahan untuk membuat 5-6 bakal tanggui. Kemudian saya jual per buahnya Rp 2.000," ujar Sariyah.
Jika terjual 6 tanggui, berarti ia mendapat hasil penjualan Rp 12 ribu. Setelah dipotong modal Rp 5.000, maka keuntunganya Rp 7.000 yang dicukup-cukupkan untuk makan keluarga.
"Kami di sini hanya membuat setengah jadi, karena kalau ingin membuat tanggui yang jadi dan siap pakai, perlu modal tambahan hingga Rp 500 ribu untuk beli latung," paparnya.
Latung adalah semacam rotan, fungsinya mengikat tepi keliling tanggui. Seandainya produk Sariyah dan warga lainnya adalah berupa tanggui jadi, harga jual ke pengumpul bisa sampai Rp 20 ribu untuk model standar.
Bantuan pemerintah tidak pernah ia rasakan. Demikian pula pembinaan hampir tidak ada. Selama ini mereka hanya disuruh ikut pameran atau lomba kerajinan. Itu saja.(Banjarmasin Post/Tim)