Napak Tilas Syaikhona Kholil Bangkalan, Tancapkan Tongkat Muncul Sumber Mata Air Tak Lekang Musim

  Рет қаралды 6,264

Tribun Khazanah Islam

Tribun Khazanah Islam

Күн бұрын

#khazanahislam #tribunkhazanahislam #jejakislam
TRIBUN-TIMUR.COM - Mendirikan dua pesantren; Jangkebuan dan Kademangan di Kota Bangkalan menjadi sebuah simbol perlawanan etik Syaikhona Kholil (Mbah Kholil) di masa penjajahan.
Kala itu, pesantren menjadi cara paling efektif dalam kegiatan syiar Islam sekaligus mengembalikan hak-hak dasar masyarakat di sektor pendidikan.
Mbah Kholil lahir pada 11 Jumadil Akhir 1235 H dan wafat pada 29 Ramadhan 1343 H atau di tahun 1925 Masehi.
Mbah Kholil akrab dikenal sebagai guru dari para ulama Indonesia, seperti KH Hasyim Asy'ari (1871-1947), KH Abdul Wahab Hasbullah (1888-1971), KH Bisri Syamsuri, dan sejumlah besar lainnya di Jawa.
Para murid Mbah Kholil itu menjelma sebagai ulama besar di nusantara.
Bersama Mbah Kholil, mereka berperan penting atas lahirnya Nahdlatul Ulama (NU).
Energi spiritualitasnya hingga saat ini mampu menjadi magnet bagi sebagian besar umat Islam untuk datang berziarah di komplek wisata religi Pesarean Mbah Kholil, Desa Martajasah, Kota Bangkalan.
Selepas berziarah, masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia hingga Malaysia juga berbondong menuju sebuah Bujuk Lagundih yang memiliki kolam air atau yang dikenal dengan sebutan Kolla Al Asror, di Kampung Lagundih, Desa Ujung Piring.
Dari wisata religi, jaraknya tidak lebih dari 1 KM ke arah barat. Lokasi Kolla Al-Asror itu disebut Bujuk Lagundih.
“Mbah Kholil menancapkan tongkatnya dan air kembali muncrat, sampai sekarang debit air tidak pernah surut. Sumber mata air itu awalnya ditemukan Kyai Asror, namun tidak terawat hingga tertutupi rawa, ditemukan lagi oleh Mbah Kholil,” ungkap juru rawat Kolla Al Asror, Abdul Jalil (70), warga Kampung Lagundih, Sabtu (11/3/2023).
Kyai Asror, berdasarkan silsilah yang disematkan pada tembok Bujuk Lagundih disebutkan, keturunan ketujuh dari Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah dan Siti Mutmainnah.
Sementara Mbah Kholil merupakan cicit dari Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah.
Jalil menjelaskan, keberadaan sumber mata air tak kunjung surut itu awalnya ditemukan oleh Kyai Asror.
Namun karena lokasi tersebut masih berupa rawa dan hutan sehingga titik sumber mata air tidak terawat hingga tertutup lumpur dan ilalang.
Ditemukannya kembali sumber mata air Kolla Al Asror itu, lanjutnya, berawal ketika Mbah Kholil berjalan kaki bersama sejumlah santri dari Demangan menuju wakaf untuk melakukan syiar Islam.
Wakaf atau mushola itu kini berubah menjadi masjid megah di tengah kawasan komplek Pesarean Syaikhona Kholil, Desa Martajasah.
“Usai melakukan syiar Islam, Mbah Kholil melanjutkan perjalanan bersama para santri ke Kampung Langgundih menuju kolla yang sudah tertutup lumpur, rawa, dan ilalang. Di situlah Mbah Kholil menancapkan tongkat, air muncrat ketika tongkat dicabut oleh para santri,” jelas Jalil yang rumahnya bersebelahan dengan Bujuk Lagundih.
Kolla Al Asror di komplek Bujuk Lagundih, bangunan masjid megah di komplek wisata religi Pesarean Syaikhona Kholil, serta dua pesantren; Jengkebuan dan Kademangan menjadi beberapa di antara upaya Mbah Kholil melakukan syiar Islam di Kabupaten Bangkalan.
Benak Jalil pun tiba-tiba terseret ke masa silam saat dirinya masih berusia sekolah dasar sekitar tahun 1965.
Kala itu, almaghfurlah KH Kholil Yasin, pengasuh pondok pesantren Kepang Bangkalan yang juga cucu dari Mbah Kholil mengerahkan para santri untuk mengeruk lumpur, membabat ilalang, membuang rawa di titik sumber mata air Kolla Al Asror.
“Saat itu saya masih SD kelas IV, belum ada rumah di sekitar sini karena memang hutan di pesisir pantai. KH Kholil Yasin, beliau itu paman dari Ra Makki (KH Makki Nasir, Ketua MUI dan PCNU Bangkalan) berpesan agar kolla ini dirawat karena peninggalan para ulama besar yakni Kyai Asror dan Mbah Kholil,” kenang Jalil.
Bagi masyarakat Bangkalan dan Madura, lanjut Jalil, banyak yang sudah kenal dengan Bujuk Lagundi.
Termasuk bagi sebagian masyarakat dari Jember dan Pasuruan, dari Jawa tengah.
Bahkan dari Sumatera, Banjarmasin, hingga Malaysia datang menggunakan bus setelah berziarah ke Pesarean Mbah Kholil.
“Alhamdulillah sampai sekarang Kolla Al Asror di komplek Bujuk Lagundih ini masih terjaga sebagaimana yang dipesankan KH Kholil Yasin karena air barokah. Pesan beliau (KH Kholil Yasin) terbukti, bahwa kelak akan banyak pengunjung setelah mereka berziarah ke Pesarean Mbah Kholil,” pungkas Jalil.
Jejak syiar Islam di Bangkalan berupa masjid di komplek Pesarean Syaikhona Kholil dan Kolla Al Asror di komplek Bujuk Lagundih hingga sekarang seolah tak surut dari para pengunjung.
Yasin, pengunjung Pesarean Mbah Kholil asal Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah mengungkapkan, mengenal Mbah Kholil Bangkalan melalui sejarah sebagai salah seorang sosok waliyullah penyebar agama Islam di Madura, Jawa.
Ia juga mengenal Mbah Kholil sebagai guru dari hadratus syaikh KH Hasyim Asy'ari yang melakukan syiar Islam di tanah Jawa sekaligus pendiri Nahdlatul Ulama.
VP : Asrul

Пікірлер
40 Santri Syaikuna Kholil Bangkalan Madura
16:51
A'az Ibad
Рет қаралды 820 М.
KAROMAH SYEKH KHOLIL BANGKALAN || ABUYA UCI CILONGOK
1:19:41
Nasehat abah
Рет қаралды 14 М.
Worst flight ever
00:55
Adam W
Рет қаралды 24 МЛН
Самое неинтересное видео
00:32
Miracle
Рет қаралды 2,9 МЛН
Офицер, я всё объясню
01:00
История одного вокалиста
Рет қаралды 2,3 МЛН
小丑妹妹插队被妈妈教训!#小丑#路飞#家庭#搞笑
00:12
家庭搞笑日记
Рет қаралды 37 МЛН
Simbol Kerukunan Umat Islam Masjid Agung Ats Tsauroh, Banten
9:14
JourneytoMasjid
Рет қаралды 209
Masjid Jami Al Anwar, Saksi Bisu Penyebaran Agama Islam Pertama di Lampung
10:17
7 Fatiha 7 Ayetel Kürsi 7 İhlas 7 Felak 7 Nas Kur'an-ı Kerim Rukye
24:23
fussilet Kuran Merkezi
Рет қаралды 81 МЛН
Worst flight ever
00:55
Adam W
Рет қаралды 24 МЛН