Pameran Tosan Aji 'Metaforma', Pameran Gambar 'Keris Dalam Gambar', Hamasuh Tosan Aji.

Anyipta Curiga Anggatra Jagad
Framing Hamasuh Tosan Aji tahun ini adalah Anyipta Curiga Anggatra Jagad (Mencipta Keris untuk Mewarnai Dunia). Mengacu pada candra sengkala tahun jawa 1956. Mencipta atau penciptaan sebilah keris dapat diartikan sebagai nilai adhiluhung yang mengajarkan tentang kebijaksanaan. Anggatra berarti membentuk, merangkai, atau mewarnai. Jagad berarti dunia yang dimaknai sebagai ruang dan waktu manusia dan semesta.
Hamasuh Tosan Aji pada tahun ini memiliki makna berbeda. Ruang ruang kebudayaan yang semula beku mulai bergeliat dengan aktivitas kebudayaan. Pandemi adalah masa hibernasi. Hibernasi mencipta intuisi untuk berkebudayaan. Hamasuh merupakan aktivitas kebudayaan yang juga membutuhkan intuisi. Tidak sekedar membersihkan sisi jasmaniyah namun juga mengasah sisi batiniyah. Ketika sisi jasmaniyah dan batiniyah selaras, maka yang diharapkan adalah keselarasan ekologi dan keberlangsungan kehidupan. kIranya sejalan dengan cita manusia jawa yaitu memayu hayuning bawana (memperindah dunia).
*Serat Candra Sengkala, Bratakesawa 1928
Jaya Tosan Aji Nusantara
METAFORMA
Metaforma diartikan sebagai bentuk bentuk yang melampaui. Dalam Tosan Aji banyak sekali terdapat pepacuh atau aturan-aturan baku terkait dengan bentuk. Aturan baku tersebut berupa kesepakatan penggunaan simbol didalamnya. Khususnya di Jawa, disepakati bahwa keris yang dianggap umum adalah dimulai dari keris lurus hingga luk 13. Selebihnya disebut Kalawijan* yang menurut Nayawirongka disebut “dhapur mboten baku” misalnya keris luk 15 hingga 29. Hal tersebut lahir dari konsep konsep tertentu dengan penamaan khusus pula. Begitu pula dengan pamor juga memiliki aturan-aturan yang juga umum. Dari segi bentuk maka dikenal istilah pamor rekan dan pamor tiban. Pamor rekan itu dirancang oleh empu sedangkan pamor tiban itu adalah pamor yang serta merta muncul dan dianggap sebagai pemberian semesta. Pada masa lalu, diyakini bahwa pamor tiban inilah yang mengandung daya adikodrati. Pamor Rajagundala misalnya, dianggap sebagai pamor terbaik. Berbentuk menyerupai figur figur tertentu melampaui kemampuan manusia dalam merancangnya. Kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa bentuk bentuk tersebut adalah manifestasi dari “invisible hand” atau dalam khazanah jawa disebut andupara. Dan inilah letak pencapaian artistik antara manusia dengan semesta.
KERIS DALAM GAMBAR
Sebagai benda warisan budaya yang telah mengalami fase perkembangan selama berabad-abad lamanya, tosan aji - khususnya keris - telah menjadi bagian yang lekat dengan kehidupan masyarakat di Nusantara, khususnya bagi orang Jawa. Sebagaimana budaya dan falsafah hidup yang dihayati oleh masyarakat pendukungnya, keris tentu memiliki dimensi yang berlapis-lapis. Di antaranya adalah dimensi spiritual dan simbolik yang disublimasikan ke dalam sebuah ujud visual yang indah dan penuh makna berupa sebilah keris. Dengan demikian aspek visual beserta kaidah-kaidah estetik pada keris menjadi faktor penting di dalam pewacanaan tentang tosan aji. Bentuk dhapur, ricikan, pamor dan sebagainya selain dinikmati keiindahannya juga mengandung makna yang dapat dipersepsi dan diinterpretasi oleh siapapun.
Gambar adalah media sederhana yang merupakan dasar dari seni rupa. Gambar yang di dalam ranah seni rupa juga disebut drawing memiliki karakteristik yang beragam, dari yang paling sederhana hingga yang canggih, baik dalam hal penggunaan material maupun visualisasinya yang kompleks. Bagi perupa, gambar bisa menjadi media yang digunakan untuk memvisualkan gagasan, sebelum dieksekusi ke dalam media lain, namun gambar bisa juga menjadi media seni itu sendiri.
Pameran KERIS DALAM GAMBAR ini mencoba menampilkan visual keris melalui berbagai perspektif seniman perupa yang mempunyai perhatian terhadap tosan aji khususnya keris. Diharapkan pameran ini dapat memperkaya wacana dan apresiasi terhadap tosan aji melalui beragam spektrum dari keris yang ditampilkan oleh para seniman perupa. ( Ninus Anusapati )