Рет қаралды 15,190
Postmodernisme bukanlah faham tunggal sebuah teori, namun justru menghargai teori-teori yang bertebaran dan sulit dicari titik temu yang tunggal.
Bagi Lyotard dan Geldner: pemutusan secara total dari modernisme.
Bagi Derrida, Foucault dan Baudrillard: bentuk radikal dari kemodernan yang akhirnya bunuh diri karena sulit menyeragamkan teori-teori.
Bagi David Graffin: koreksi beberapa aspek dari moderinisme.
Bagi Giddens: bentuk modernisme yang sudah sadar diri dan menjadi bijak.
Bagi Habermas: satu tahap dari modernisme yang belum selesai.
Teori-teori postmodernisme
Deconstructionism (Jacques Derrida), segala jenis teks (termasuk juga realitas) tidak memiliki makna tunggal, tapi bermakna-plural, ambigu, dan tidak memiliki kemutlakan alias relatif.
Post-structuralism (Foucault), mengritik ontologi Modernisme yang diwakili oleh Marx, Darwin, Levi-Strauss, Freud, dan lain-lain yang memandang kenyataan sebagai satu struktur monolitik yang jelas dan terang.
Hermeneutics (Paul Ricouer), menegaskan hermeneutic circle antara subyek-obyek-realitas luar, sehingga gambaran kenyataan merupakan dialektika antara ketiga matra itu.
Pragmatism (Richard Rorty), menegaskan bahwa bukan ‘kebenaran’ (truth) yang menjadi kriteria utama segala tindakan manusia, tetapi ‘kegunaan’ (pragma, practice)
Sociology of knowledge (Thomas Kuhn), segala sistem pengetahuan yang dibangun Modernisme tidaklah ‘obyektif’ sebagaimana yang Modernisme klaim, tetapi dibangun secara ‘subyektif’, dipengaruhi oleh lingkungan kultural sistem pengetahuan itu berada.
Perennialism (Frithjof Schuon, Syed Hossein Nasr, Rene Guenon), menyodorkan paham keagamaan baru yang lebih menekankan ‘kesatuan spiritual’ dan menolak dikotomi modern tentang agama-filsafat-sains.
Feminism (Sandra Harding, Linda J. Nicholson, Donna Haraway). Deconstructionism filsafat dan sains modern harus bertanggung jawab dalam pelestarian patriarki manusia Barat yang merendahkan martabat wanita.