Рет қаралды 139,423
Arsip-Arsip Sejarah Islam Nusantara yang Terlupakan
DITEMUKAN! KITAB KARYA SYAIKH ABDUL KARIM AL-JAWI AL-MAKKI (BANTEN) DAN SYAIKH IBRAHIM BRUMBUNG (DEMAK) TENTANG TAREKAT QADIRIYAH NAQSYABANDIYAH
Ini adalah sampul kitab berjudul “Risâlah Silsilah Tharîqatain al-Qâdiriyyah wa al-Naqsyabandiyyah” karangan Syaikh Abdul Karim Banten (Syaikh ‘Abd al-Karîm al-Jâwî al-Makkî) & Syaikh Ibrahim Brumbung (Mranggen, Demak, Jateng).
Kitab tersebut ditulis dalam bahasa Arab dan diterbitkan dalam format tipografi (cetak huruf baris). Kitab yg ditemukan ini adalah edisi cetakan ke-II pada tahun 1356 Hijri (1937 Masehi) tanpa menyebutkan identitas penerbitnya. Sesuai dg judulnya, kitab tersebut berisi silsilah (genealogi) Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) sekaligus berbagai kaifiyyat (petunjuk/ tata cara) bertarekat ordo tsb.
Saya menemukan kitab ini di lemari perpustakaan KH. Soleh Syamsuddin Lateng (Banyuwangi, Jawa Timur,1951) yang terkunci selama puluhan tahun sebelumnya. Di pesantren KH. Soleh Lateng pula pernah dihelat Muktamar NU yang ke-9 pada bulan April tahun 1934. Pada bulan September tahun 2017 silam, saya berkesempatan mengunjungi makam, masjid, dan pesantren KH. Soleh Lateng dengan ditemani oleh kawan-kawan dari Komunitas Pegon dan Aswaja Center PCNU Banyuwangi.
TQN sendiri diinisasi & dikembangkan oleh seorang ulama sufi besar Makkah asal Nusantara, yaitu Syaikh Ahmad Khatib Sambas (Syaikh Ahmad Khatîb b. ‘Abd al-Ghaffâr al-Sambasî al-Makkî, 1875 M) sebagai penggabungan dari dua tarekat besar, yaitu Qadiriyyah & Naqsyabandiyyah. Ajaran-ajaran tasawuf & tarekat Syaikh Ahmad Khatib Sambas terhimpun dlm kitab suntingan muridnya yang berjudul “Fath al-‘Ârifîn”.
Syaikh Ahmad Khatib Sambas memiliki tiga orang khalifah utama yg meneruskan ajaran tarekatnya itu, yaitu Syaikh Abdul Karim Banten yg berkedudukan di Makkah, Syaikh Thalhah Kalisapu Cirebon (1935), dan Syaikh Ahmad Hasbullah Madura. Dua nama ulama terakhir kemudian pulang ke Tanah Air & menyebarkan ajaran TQN di Nusantara.
Dari jalur Syaikh Thalhah Kalisapu, kemudian melahirkan jaringan TQN di Jabar. Khalifah Syaikh Thalhah Kalisapu adalah Syaikh Abdullah Mubarok (Abah Sepuh, w. 1956) dari Suryalaya, Tasik Malaya, yg kemudian diturunkan lagi kepada putranya, KH. Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom, 2011). Adapun Syaikh Abdul Hadi Madura, beliau menurunkan jaringan TQN di Jawa Timur, seperti Syaikh Romli Tamim di Peterongan (Jombang, w. 1956), lalu kepada putranya KH. Musta’in Romli (1984), juga kepada KH. Utsman al-Ishaqi (Surabaya, w. 1984) lalu ke putranya KH. Asrori al-Ishaqi (2009).
Adapun dari jalur Syaikh Abdul Karim Banten yg meneruskan kemursyidan Syaikh Ahmad Khatib Sambas di Makkah, TQN kemudian menyebar di wilayah Banten, Bogor (Jabar) & Jateng Di Bogor, salah satu murid Syaikh Abdul Karim Banten yg paling utama adalah KH. Tubagus Falak (Pagentongan, 1972). Adapun di Jateng murid utama Syaikh Abdul Karim Banten adalah Syaikh Ibrahim Brumbung (1927)
Nah, kitab di atas adalah ajaran & sanad (silsilah) TQN yang diturunkan oleh Syaikh Abdul Karim Banten kpd Syaikh Ibrahim Brumbung.
Syaikh Ibrahim Brumbung (1839 M) sendiri berasal dari Terboyo, Semarang. Beliau adalah putra dari Sayyid Muhammad/ Raden Yuda Negara atau yg dikenal dg Sunan Terboyo. Ketika muda, Syaikh Ibrahim belajar di beberapa pesantren tua di Jawa Timur, seperti Pesantren Cempaka (Nganjuk)& Pesantren Langitan (Tuban). Syaikh Ibrahim lalu pergi ke Makkah untuk belajar & bermujawarah di kota suci itu. Di antara guru utama beliau di Makkah adalah Syaikh Abdul Karim Banten. Itulah mengapa di kemudian hari, Syaikh Ibrahim Brumbung memiliki kedekatan dengan KH. Tubagus Falak Pagentongan Bogor, karena keduanya adalah murid terdekat Syaikh Abdul Karim Banten semasa di Makkah.
Sepulangnya ke Nusantara, Syaikh Ibrahim kemudian menetap di Brumbung, Mranggen, Demak, & mendirikan Pesantren al-Ibrahimiyyah sekaligus menjadi penyebar TQN. Beliau sezaman dg Syaikh Soleh Darat Smg (1903). Dua orang putranya, yaitu KH. Ihsan dan KH. Thoyyib, meneruskan perjuangan sang ayah sekaligus menurunkan silsilah TQN. Salah satu cucu beliau yg masih hidup saat ini adalah KH. Abdul Wahab Mahfuzi yg juga mengasuh pesantren al-Syarifah di Brumbung.
Syaikh Ibrahim Brumbung juga merunkan banyak murid yg kelak menjadi ulama besar. Di antaranya adalah KH. Asy’ari Kendal (yg juga menantu beliau) dan KH. Abdurrahman Mranggen (pendiri Pesantren al-Futuhiyyah Mranggen, Demak,1941) juga putranya, KH. Muslih Abdurrahman Mranggen (1981), yang sekaligus menjadi khalifah Syaikh Ibrahim Brumbung. Hingga saat ini, Pesantren al-Futuhiyyah Mranggen Demak terkenal sebagai slh satu pusat persebaran ajaran TQN di Jateng yg mana sanadnya mengambil dari jalur Syaikh Ibrahim Brumbung itu. KH. Muslih Abdurrahman Mranggen sendiri menulis kitab “al-Futuhât al-Rabbiyyah fî Tharîqah Qodiriyyah wa al-Naqsyabandiyyah”.
Bandung, Juli 201 8
Alfaqir A. Ginanjar Sya’ban