Рет қаралды 28,979
Di sebuah kota dengan populasi tiga juta jiwa, lebih dari 6.900 ton sampah dihasilkan setiap hari. Untuk menangani jumlah sampah yang begitu besar secara efektif, para ilmuwan dan insinyur telah mengembangkan teknologi yang mengubah limbah menjadi energi. Salah satu metode yang digunakan adalah pembangkit listrik yang membakar sampah pada suhu tinggi untuk menghasilkan listrik. Teknologi ini tidak hanya memberikan solusi untuk masalah sampah, tetapi juga menyediakan pasokan listrik yang stabil bagi daerah-daerah yang kekurangan listrik.
Pembangkit limbah menjadi energi terbesar di dunia terletak di Shanghai, Tiongkok. Selain itu, teknologi dan pengalaman Tiongkok dalam mengubah limbah menjadi energi juga berperan penting di Afrika. Di Addis Ababa, ibu kota Ethiopia, perusahaan Tiongkok telah membangun pabrik limbah menjadi energi terbesar di Afrika dengan investasi sebesar $120 juta (sekitar Rp1,8 triliun). Pabrik ini mampu mengolah sekitar 450.000 ton sampah per tahun dan menghasilkan 185 juta kilowatt-jam listrik setiap tahun. Sekedar informasi menurut statistik, produksi sampah tahunan jakarta itu hampir sampai 3 juta ton pertahun, artinya jika pabrik itu beroperasi di Indonesia, butuh 6 pabrik untuk menghabiskan total sampah tahunan Jakarta.
Namun, India menganggap proyek ini sebagai kesempatan bagi Tiongkok untuk merampok sumber daya mereka. Dalam video hari ini, kami akan menjelaskan bagaimana pabrik limbah menjadi energi yang dibangun oleh Tiongkok telah mengubah Addis Ababa dan mengapa Ethiopia enggan bekerja sama dengan India. Kalau kalian ingin mendukung channel kecil ini agar selangkah lebih maju, silahkan like videonya dan subscribe channel ini, terima kasih. Lanjut,
Hari ini, di Addis Ababa, ibu kota Ethiopia, adalah kota yang sibuk dengan populasi sekitar empat juta jiwa. Setiap tahun, kota ini menghasilkan sekitar 300.000 ton sampah, dengan peningkatan sekitar 8% setiap tahunnya. Di masa lalu, sampah ini dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) di barat daya kota. Namun, kurangnya pengolahan yang efektif membuat tempat pembuangan akhir tersebut mencapai kapasitas maksimal. Saat ini, tumpukan sampah di Tempat pembuangan akhir tersebut mencapai ketinggian 30 meter, setara dengan bangunan 10 lantai.
Air hujan yang mengalir melalui Tempat pembuangan akhir ini mengandung zat berbahaya yang mencemari sumber daya air di Addis Ababa, terutama selama musim hujan. Pencemaran ini tidak hanya berdampak pada kehidupan sehari-hari warga tetapi juga mengancam ekosistem. Lebih parah lagi, tumpukan sampah menjadi tempat berkembang biaknya virus dan bakteri yang mengancam kesehatan masyarakat.
Sebagai salah satu negara dengan tingkat pembangunan terendah di dunia, Ethiopia menghadapi tantangan besar dalam menangani masalah sampah. Penduduk setempat sering membakar sampah sebagai solusi sementara, tetapi cara ini menghasilkan gas beracun yang mencemari udara dan mengancam kesehatan. Pemerintah Ethiopia akhirnya memutuskan untuk mencari bantuan dari Tiongkok dan merencanakan pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah.
Pembangkit listrik tenaga sampah Lebby, yang dibangun bersama oleh Tiongkok dan Ethiopia, terletak sekitar 30 kilometer dari pusat kota Addis Ababa. Proyek ini mencakup area seluas 25 hektar dengan total investasi sebesar $120 juta (sekitar Rp1,8 triliun). Pembangkit listrik ini dilengkapi dengan dua generator turbin uap berkekuatan 25 megawatt, dengan total kapasitas terpasang sebesar 50 megawatt, setara dengan pembangkit listrik tenaga termal berukuran sedang. Setiap tahunnya, fasilitas ini dapat mengolah hingga 450.000 ton sampah, mengatasi masalah sampah di Addis Ababa.