Рет қаралды 485
Sejarah Dalem Tamblingan dikisahkan dalam babad Hindu Gobed, babad Kandan Sang Hyang Merta Jati, dan lontar Kutara Kanda Dewa Purana Bangsul. Dikisahkan, Sang Hyang Aji Sakti, dengan ketajaman yoga semadinya di Pegunungan Kelasa, India Utara melahirkan putra-putri sebanyak empat orang, yaitu Dewa Bramang, Dewa Mas Ngencorong, Dewa Behem, dan Dewa Ayu Nare Swari. Setelah dewasa ketiga putra Sang Hyang Aji Sakti diutus ke Nusantara, yaitu: Dewa Bramang melinggih di Solo; Dewa Mas Ngencorong melinggih di Kulangkung/Klungkung; Dewa Behem melinggih di Alas Merta Jati Tamblingan. Alas Merta Jati Tamblingan merupakan pemukiman yang dibangun oleh Dewa Behem sejak abad ke-10 hingga akhir abad ke- 14. Dewa Behem dengan para pengiringnya pertama kali tiba di sebuah gua yang ada di Alas Merta Jati, bernama Gua Naga Loka pada abad ke-10. Ketika itu telah ada penduduk asli penghuni Tamblingan, yaitu Pasek Tamblingan, Pasek Panji Landung, dan Pasek Kulisah. Kedatangan Dewa Behem di Alas Merta Jati diterima dengan baik oleh penduduk asli dan hidup berdampingan dengan baik. Nama Tamblingan juga terkait dengan kisah penyembuhan Dewa Behem pada masyarakat Merta Jati. Pada suatu ketika, saat tilem sasih Kanem penduduk Merta Jati banyak yang jatuh sakit. Dalem Tamblingan kemudian pergi ke sebuah empang di lembah dalam kawasan Alas Merta Jati, mengambil air sebagai sarana pengobatan dengan menggunakan sangku (wadah tirta, air suci) Sudamala. Air yang telah diambil kemudian disucikan dengan kesidiandnyanan (kemampuan pikiran dan kesadaran tingkat tinggi) melalui doa dan japa mantra, selanjutnya dipercikkan kepada semua orang yang sakit. Masyarakat Merta Jati pun akhirnya terbebas dari wabah penyakit. Empang tempat air tersebut berasal kemudian dinamakan Tamba Eling, sumber air obat yang dipertajam melalui kesidiadnyanan. Hingga kemudian Tamba-Eling menjadi Tamba-Ling, dan akhirnya menjadi Tamblingan. Pada akhir abad ke-14, atas dasar alasan menjaga kesucian air danau sebagai sumber kehidupan yang telah memberikan kesembuhan, Dalem Tamblingan (kemudian menjadi sebutan secara turun-temurun untuk Sang Pemimpin) dan seluruh krama Tamblingan rela meninggalkan Alas Merta Jati menuju ke Indu Gobed (sekarang bernama Gobleg). Oleh sebab itulah pusat ADT memang berada di Gobleg. Namun sebagian warga kemudian menyebar dan ada yang berdiam di Hunusan (saat ini bernama Desa Gobleg), Tengah-mel (Desa Munduk), dan di Pangi (Desa Gesing). Dari Pangi selanjutnya ada yang pindah ke Umejero.