Рет қаралды 48,647
medan.tribunne...
TRI BUN-MEDAN.com - Keuletan dan keteguhannya dalam menekuni usaha keripik singkong sejak 1999 tak sia-sia.
Lelaki yang akrab disapa Muhdi ini, kini telah berhasil memasarkan produk keripik singkongnya hingga ke mancanegara.
Sejak 2014 keripik singkongnya telah dipasarkan secara rutin ke Korea Selatan dan Malaysia.
Muhdi juga telah memiliki pabrik dan unit produksi sendiri.
"Awalnya sebenarnya karena mau coba-coba untuk berjualan, siapa tahu laku. Untuk kasih makan anak istri. Dulu masih buat keripik untuk dititip ke warung-warung saja," kata Muhdi saat diwawancarai Tribun Medan, Selasa (30/6/2020).
Memulai usahanya dengan bekal pengetahuan yang ia dapat semasa di kampung halaman di Magelang, Jawa Tengah, Muhdi bereksperimen dengan keripik miliknya.
Saat itu tahun 1998 ketika merintis usaha untuk pertama kalinya Muhdi memasarkan produknya dari warung ke warung hingga kantin-kantin sekolah.
"Dulu sama sekali enggak pande bikin keripik. Bukan ahli lah. Cuma karena di kampung sering lihat orang bikin keripik ya jadi coba-coba saja," katanya.
Ia pun tak memungkiri pada awalnya keripik miliknya tak sedikit mendapatkan kritik.
Mulai dari rasa yang kurang asin ataupun tekstur yang kurang gurih.
"Ya saat itu mulai sadar bahwa masing-masing orang itu lidahnya beda-beda, enggak sama. Jadi waktu itu harus menyesuaikan juga rasa yang bisa diterima itu memang yang lebih asin menurut saya pribadi yang orang Jawa," ungkapnya.
Pada 1998 Muhdi memproduksi mulai dari 10 kilogram keripik hingga 30 kilogram.
Karena jumlah produksi yang semakin meningkat ia juga melibatkan bantuan ibu-ibu di dekat rumahnya.
"Waktu itu saya membuat kemasan dalam beberapa ukuran. Semakin lama jumlah yang diminta semakin banyak apalagi dari kantin sekolah. Mulailah saya minta bantuan tetangga untuk ikut bantu-bantu buat keripik," katanya.
Muhdi pun mulai memperkerjakan ibu-ibu rumah tangga di sekitar rumahnya. Ia juga mengajari mereka cara menggoreng dan bagaimana menghasilkan keripik dengan standar yang sudah ia terapkan.
"Beberapa mulai saya pekerjakan dan saya ajari pelan-pelan. Sebenarnya semua berasal dari eksperimen. Sampai akhirnya keripik kami punya ciri khas di mana rasa yang gurih dan renyah. Nah untuk menghasilkan itu tentu ada standar-standarnya," tuturnya.
Di sepanjang perjalanan produksi itu, Muhdi tak memungkiri mengalami banyak kendala dalam menjalankan usahanya.
Seperti kalah bersaing dengan produk keripik baru yang diproduksi orang lain.
Hingga beberapa karyawannya pindah ke tempat produksi keripik yang lain.
"Sempat juga waktu itu berhenti produksi. Itu sekitar tahun 2005. Karena banyak pengecer yang sudah ambil produk tapi belum dibayar. Karena kurang berputar jadi kita enggak ada biaya untuk produksi lagi," katanya.
Namun Muhdi tak berhenti begitu saja.
Dirinya mencoba untuk berkreasi dan turut bersaing dengan pasar yang menyajikan produk baru tersebut.
Ada 7 varian rasa keripik milik Muhdi, di antaranya rasa original, bawang putih, bawang merah, jagung manis, ayam geprek, jagung ayam dan balado hijau.
"Pelan-pelan kita bangkit lagi. Walaupun banyak karyawan yang pindah waktu itu, tapi yang benar-benar saya ajarkan Alhamdulillah tetap bertahan di sini. Pelan-pelan akhirnya kita bisa bersaing dengan produk-produk keripik lainnya," tuturnya.
Produksi keripik Muhdi hingga kini telah memasok 6 ton singkong dari petani untuk diolah menjadi keripik.
Berawal dari kenalannya dengan orang luar negeri, keripik nya sangat diminati di Korea Selatan dan Malaysia.
"Jadi untuk dua negara ini juga keripik nya punya ciri khas masing-masing. Kalau kita membaginya per grade atau tingkatan. Di mana misalnya dari ketebalan keripik saja sudah berbeda," ungkapnya.
Sejak 2018 Muhdi juga telah membangun lokasi pabrik yang baru tak jauh dari lokasi awal pabrik miliknya.
UD Kreasi Lutvi milik Muhdi yang beralamat di Jalan Tunas Mekar No 258, Desa Tuntungan II, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deliserdang ini, kini telah memperkerjakan sebanyak 70 karyawan dengan jenis pekerjaan yang bermacam-macam.
Mulai dari pengolahan hingga pengemasan.
"Kita tidak menghasilkan limbah sama sekali. Karena untuk kulit singkongnya kita jadikan pakan ternak, sisa minyaknya juga kita gunakan untuk biodiesel," beber Sarjana Agama lulusan Institut Agama Islam Nasional (IAIN) Sumut stambuk 1990 tersebut.
Baca selengkapnya di www.tribun-medan.com