Рет қаралды 1,337
Download aplikasi berita TribunX di Play Store atau App Store untuk dapatkan pengalaman baru
TRIBUN-VIDEO.COM - Aktivitas tak biasa terlihat di Kota Medan pada 13 Oktober 1989. Banyak militer berjaga di Bandara Polonia. Pemandangan serupa terlihat sepanjang jalan hingga sejauh 17 kilometer ke arah selatan Kota Medan, tepatnya Lapangan Tuntungan, yang kala itu dikenal sebagai lapangan pacuan kuda.
Momen itu memang spesial. Untuk pertama kalinya, pemimpin tertinggi Gereja Katolik menginjakkan kaki di tanah Medan, Sumatra Utara (Sumut). Dari Bandara Polonia, Paus Yohanes Paulus II bergerak ke Lapangan Tuntungan untuk memimpin ibadah perayaan Ekaristi.
Di sekitar Lapangan Tuntungan ini, berdiri satu gereja kecil yang belakangan dinamai Paroki St Yohanes Paulus II Namo Pecawir. Gereja Katolik ini menjadi saksi bisu bagaimana kemeriahan acara perayaan Ekaristi tersebut.
Ketika itu suasana berbeda juga terlihat di Lapangan Tuntungan jelang kedatangan Paus Yohanes Paulus II. Konon sejak pukul 05.00 WIB satu per satu kelompok masyarakat dari umat Katolik berdatangan ke Lapangan Tuntungan.
Umat Katolik datang dari berbagai daerah, terutama dari kabupaten/kota di luar Kota Medan. Tak sedikit pula kelompok jemaat dari luar Sumut, mulai Aceh Tenggara hingga Pulau Jawa. Mereka berduyun-duyun datang memadati Lapangan Tuntungan. Anak-anak hingga orang sakit pun antusias mengikuti ibadah bersama Sang Gembala.
Setelah menunggu berjam-jam, akhirnya Paus bersama rombongan yang dikawal ketat oleh militer, memasuki Lapangan Tuntungan. Rasa gembira, haru, dan teriakan dari ratusan ribu jemaat mewarnai penyambutan Paus.
Tarian Toba, Karo, dan Simalungun yang diiringi musik tradisonal dan paduan suara pun menyambut kedatangan Paus. Tarian ini melibatkan 700 orang pemuda pemudi Katolik, sedangkan paduan suara merupakan sumbangan dari Persatuan Gereja Indonesia (PGI).
Begitu turun dari mobil, Paus Yoahanes Paulus II melakoni “tradisi” cium tanah. Tepat di titik Paus berlutut mencium tanah inilah kini terdapat monumen bintang yang dikelilingi untaian rantai besi yang sudah berwarna kecoklatan.
Tampak lumut-lumut halus sudah menutupi warna asli dari monumen bintang tersebut. Monumen bintang itu sengaja dibangun oleh pihak Paroki St Yohanes Paulus II Namo Pecawir, sebagai tanda bersejarah kedatangan Paus.
“Seperti biasa kalau dia turun dari pesawat langsung mencium tanah di mana ia berpijak, baru menyapa orang. Di Medan, di bintang ini lah tempatnya. Bintang ini dibuat supaya menandakan kepada orang kalau Paus Yohanes Paulus II pernah ke sini dan mencium tanah Sumatra Utara,” jelas Pastor Sensianus dari Paroki St Yohanes Paulus II Namo Pecawir, sembari menunjuk monumen bintang di hadapannya, Kamis (13/6/2024).
Selain monumen bintang tersebut, ada juga patung Bunda Maria yang menjadi kenangan bersejarah dari Paus.
Diketahui Paus memang punya tradisi devosi atau sikap hati dan perwujudan untuk tumbuh dalam iman dan memahami lebih dalam ajaran-ajaran gereja Katolik.
Di Lapangan Tuntungan itu, Paus pun tak lupa melakukan devosi. Ia berjalan perlahan mendekati patung Bunda Maria yang berwarna putih lengkap dengan mahkota berwarna emas di atas kepalanya. Ia kemudian melakukan devosi dan memberkati patung Bunda Maria tersebut.
Belakangan, Paroki St Yohanes Paulus II Namo Pecawir melakukan pemugaran dengan menambahkan sejumlah ornamen. Meski begitu, patung Bunda Maria tetap dipertahankan. Lokasi itu kini dikenal sebagai Goa Maria.
Saat ini, banyak peziarah yang datang untuk berdevosi di Goa Maria Paroki St Yohanes Paulus II Namo Pecawir.
Para umat meyakini Goa Maria, dengan patung Bunda Maria yang telah diberkati oleh Paus puluhan tahun silam ini, memiliki banyak muzizat. Goa ini ramai dikunjungi setiap hari Selasa dan Jumat. Biasanya umat datang berkelompok ataupun secara individu, sambil membawa bunga sebagai bentuk persembahan kepada-Nya.
Selain Goa Maria dan monumen bintang, di paroki ini juga terdapat sebuah relikui dari Paus Yohanes Paulus II.
“Dalam agama Katolik, relikui itu adalah barang-barang suci atau bagian dari jasad tubuh orang kudus yang menjadi kenang-kenangan untuk umat Katolik. Biasanya, orang berdoa untuk mengenang orang yang kudus itu. Seperti Paus Yohanes Paulus II,” ucap pastor berdarah Flores tersebut sembari menunjuk relikui di hadapannya.
Adapun relikui dari Paus Yohanes Paulus II berupa sebuah salib korpus berukuran kecil. Relikui itu kini dipajang di kapel doa pastoral paroki tersebut.
Sekitar 35 tahun berlalu, sudah banyak perubahan dari Paroki St. Yohanes Paulus II. Sakristi yang dulunya digunakan Paus Yohanes Paulus II kini sudah dibangun menjadi gedung gereja. Beberapa bagian dari Lapangan Tuntungan yang menjadi saksi bisu kedatangan Sang Gembala, kini juga telah berubah menjadi perumahan.
(*)
Program: KUNJUNGAN PAUS FRANSISKUS
Voice Over: Nina Agustina
Editor Video: Damara Abella Sakti