harusnya prof bambang juga dibikinkan channel youtube dan biarkan di tarik ilmu sebanyak banyaknya dr beliau krn berhubung beliau sdh tua..ilmu beliau harus di abadikan
@putusudiartha999110 ай бұрын
Saya percaya dan sangat suka uraean Bapak
@yantaroesmana10 ай бұрын
Beliau itu kalau lagi bicara terlihat lebih ekspresif dan impresif di forum-forum diskusi, semacam lagi kuliahan gitu, yang didepannya ada audiennya, kesannya lebih meledak-ledak, dan melihatnya lebih greget, terkadang ada sedikit "ger" juga, dengan tak lupa mengeluarkan kata-kata metafora kampung semacam kata "acakadut juga yang tak kalah penting adalah kata "gitu" ke audiencenya, demikian kalau bisa hal seperti diatas itu lebih banyak vidio-vidionya...🙏
@iiirawan28915 ай бұрын
Sehat selalu prof Bambang
@abdisusanto6 ай бұрын
saya terkejut kalau Pak Bambang menggunakan referensi Brian Weiss...saya termasuk penggemar Brian Weiss..cerita ttg lapisan-lapisan tempat roh hidup setelah mati
@rizkajulhijahxtekstil33654 жыл бұрын
Maksih ilmunya, mahal sekali🥺
@daigratia4 жыл бұрын
Mungkin pertanyaan sesungguhnya adalah apakah setelah 30 tahun lamanya bergulat dengan filsafat dan science "somehow", Prof. Bambang baru mulai merasakan urgensi untuk menjawab "panggilan" dari "existential angst"? Saya rasa reinkarnasi dalam konteks kehidupan kita saat ini paling banter hanya dapat dipandang (atau mungkin dimanfaatkan) sebagai harapan, layaknya konsep-konsep lain tentang "afterlife" seperti: pencerahan ala Budhisme, karmic cycle, "tanah" leluhur, dan tentunya yang paling populer, yaitu surga dan neraka. Secara khusus misalnya tentang konsep soulmate yang sungguh tempting dan romantis. Tawaran bahwa saya berharap bisa dipersatukan dengan pasangan hidup saya di kehidupan selanjutnya tentu sangat romantis dan nyaman didengar. Akan tetapi, spekulasi bahwa saya pernah bertemu dengan pasangan hidup saya di kehidupan-kehidupan sebelumnya boleh jadi bisa berdampak patologis, seperti menghadirkan obsesi bahkan delusi, layaknya orang yang terlalu "taat" beragama sampai lupa rasionalitas dan makna keterbukaan atau orang yang terlalu fokus dengan sains sampai lupa pentingnya virtues di luar sains. Reinkarnasi juga boleh dipandang secara positif punya ethical impact di kehidupan kita saat ini, layaknya agama. Proyek reinkarnasi yang bertujuan untuk kembali pada Sang Satu tentu akan berdampak pada kehidupan etis dan moral orang-orang yang mempercayainya. Mungkin dapat disejajarkan dengan reinkarnasi ala Hinduisme yang akan berakhir saat kita mampu mengatasi segala yang maya (yakni dunia material kita saat ini) ataupun pencerahan ala Budhisme. Saya rasa semua manusia butuh narasi dan romantisme terkait makna/tujuan hidupnya karena penjelasan yang saat ini ditawarkan oleh sains terlalu kering bahkan cenderung membawa banyak orang semakin jauh dari virtues. Sementara agama sendiri justru terkesan terlalu dogmatis dan tidak luwes terhadap nalar karena institusi-institusi-(populer)-nya masih bingung mencari titik optimal antara tradisi dan perkembangan. Akan tetapi, sebaiknya kita tidak lupa pentingnya mencari titik optimal atau relative mean ala Aristoteles dalam segala hal, termasuk reinkarnasi (atau dalam konteks ini mungkin titik optimal di antara dua ekstrema atau opposing poles, yaitu intuisi dan persepsi). Toh reinkarnasi (jika benar ada) hanya akan punya direct impact saat kita mati nanti. Begitu juga dengan surga, neraka dan lain sebagainya.
@aboriginsband57783 жыл бұрын
Good idea
@NovaChristiePierRanuJoeDavidDbАй бұрын
Saya mendengar inj, menarik juga, tapi sifatnya lebih ke imajinasi.