Perebutan tahta dan perang saudara

Di balik kemegahan istana Majapahit yang megah, tersembunyi kisah kelam penuh ambisi, pengkhianatan, dan kutukan yang membakar jiwa. Kerajaan Hindu-Buddha terbesar di Nusantara ini menyimpan misteri yang masih menghantui hingga saat ini.
Bhre Wirabhuja, dilalap api ambisi dan dendam, memicu perang saudara yang brutal. Rakyat Majapahit terjebak dalam kekacauan dan ketakutan, menjadi korban pertumpahan darah dan tragedi yang tak terbayangkan.
Dewi Girindrawardhani, dikhianati dan dibunuh dengan kejam, tak tinggal diam. Kutukannya yang mengerikan membayangi Bhre Wirabhuja, menjerumuskannya ke dalam paranoia dan ketakutan yang tak berkesudahan. Bayangan Dewi Girindrawardhani menghantui Bhre Wirabhuja di setiap langkahnya, menjadi pengingat akan dosa dan pengkhianatannya.
Kematian Bhre Wirabhuja di medan perang menandakan akhir era kegelapan, namun kutukannya masih menggema di istana Majapahit. Hayam Wuruk, raja baru, berusaha membawa kembali kejayaan kerajaan, namun bayang-bayang kutukan Dewi Girindrawardhani masih membayangi setiap langkahnya.
Gajah Mada, Mahapatih yang gagah berani, dengan Sumpah Palapanya yang terkenal, berusaha mempersatukan seluruh Nusantara di bawah panji Majapahit. Namun, perebutan tahta kembali terjadi setelah kematian Hayam Wuruk dan Gajah Mada, dan perlahan-lahan, Majapahit mulai runtuh.
Kisah Majapahit adalah kisah epik yang sarat makna. Perebutan tahta yang berdarah, intrik politik yang licik, dan kutukan yang mengerikan menjadi pengingat akan konsekuensi dari ambisi, dendam, dan tindakan yang salah. Di balik tragedi tersebut, terukir pelajaran berharga tentang pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Majapahit, kerajaan yang pernah berjaya, kini menjadi saksi bisu kisah tragis perebutan tahta. Kisah yang sarat makna, mengantarkan kita pada refleksi diri dan menumbuhkan rasa cinta dan bangga terhadap tanah air.