Рет қаралды 203
#halalbihalal #lebaran #idulfitri
Halal bihalal merupakan salah satu tradisi yang melekat di Indonesia. Biasanya, tradisi ini dilakukan pada saat Hari Raya Idul Fitri maupun setelahnya.
Saat halal bihalal, biasanya berupa acara pertemuan yang digelar untuk bersilaturahmi dan saling bermaaf-maafan bersama saudara maupun kerabat lainnya.
Sebagai tradisi yang sudah sangat melekat di masyarakat Indonesia pada saat Hari Raya Idul Fitri maupun setelahnya, maka penting untuk mengetahui seperti apakah sebenarnya makna halal bihalal.
Makna halal bihalal yang pertama bisa dilihat dari segi hukum. Secara umum, kata halal digunakan sebagai lawan balik dari kata haram. Sehingga bisa dipahami halal bihalal merupakan kegiatan yang dilakukan agar terbebas dari dosa dan kesalahan.
Selain itu perlu diketahui sejarah halal bihalal hingga menjadi tradisi yang selalu dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
Melansir NU Online, halal bihalal pertama kali dicetuskan oleh KH Wahab Chasbullah pada 1946. Pada masa itu, Indonesia diketahui sedang mengalami masalah disintegrasi bangsa.
Dalam kondisi tersebut, Bung Karno kemudian memanggil KH Wahab Chasbullah untuk memberikan saran dan pendapat guna mengatasi situasi politik tersebut, Pada saat itu, KH Wahab Abdullah memberikan saran pelaksanaan kegiatan halal bihalal.
Berikut sejarah singkat serta makna halal bihalal yang sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia pada saat Lebaran maupun setelahnya yang kami kutip dari laman NU Online:
1. Sejarah Halal Bihalal
Dikutip dari situs NU Online, istilah halalbihalal dipopulerkan oleh seorang penjual martabak asal India di Taman Sriwedari Solo, sekitar tahun 1935-1936, khususnya pada malam keramaian di bulan Ramadan. Seorang yang membantu pedagang martabak tersebut mempromosikan dagangannya dengan istilah, "martabak Malabar, halal bin halal, halal bin halal". Kata-kata tersebut kemudian diikuti oleh para pelanggannya.
Lalu, versi lain menyebutkan istilah halalbihalal pertama kali diperkenalkan oleh KH Abdul Wahab Chasbullah pada tahun 1948. KH Wahab memperkenalkan istilah halalbihalal pada Presiden Soekarno sebagai bentuk cara silaturahmi antar-pemimpin politik yang pada saat itu masih memiliki konflik.
Atas saran KH Wahab, pada Hari Raya Idul Fitri tahun 1948, Soekarno mengundang seluruh tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturahmi yang diberi judul 'Halalbihalal.' Para tokoh politik itu duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan.
Saat itu, mereka mulai menyusun kekuatan dan persatuan bangsa ke depan. Hingga kini, istilah halal bihalal di Indonesia terus dilakukan saat Lebaran.
2. Makna Halal Bihalal
Makna Halal Bihalal dari Segi Hukum
Makna halal bihalal yang pertama bisa dilihat dari segi hukum. Secara umum, kata halal digunakan sebagai kebalikan dari kata haram. Sehingga bisa dipahami halal bihalal merupakan kegiatan yang dilakukan agar terbebas dari dosa dan kesalahan.
Dengan kata lain, dari segi hukum halal bihalal dipahami sebagai salah satu usaha untuk mengubah sikap yang sebelumnya haram atau penuh dosa menjadi halal dan tidak lagi berdosa.
Dua. Makna Halal Bihalal dari Bahasa
Sementara itu, kata halal dari segi bahasa diambil dari kata halla atau halala. Kata halla maupun halala mempunyai berbagai makna sesuai dengan konteks atau rangkaian kalimatnya.
Namun secara umum, kedua kata tersebut juga memiliki arti menyelesaikan masalah atau kesulitan, meluruskan benang kusut, mencairkan yang membeku, dan membebaskan ikatan yang membelenggu.
Dari beberapa arti tersebut, dapat dipahami bahwa halal bihalal merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk menyambung kembali yang sebelumnya terputus.
Itulah mengapa dengan melaksanakan halal bihalal, masyarakat dapat menyambung silaturahim untuk saling memaafkan dan terbebas dari kesalahan dan dosa yang diperbuat sebelumnya.