Misteri Batu Keramat Eyang Watu Pasar Kota Sragen, Disebut Sosok 'Pelindung' Pasar oleh Pedagang

  Рет қаралды 1,586

Tribun Solo Official

Tribun Solo Official

2 жыл бұрын

TRIBUN-VIDEO.COM, SRAGEN - Pasar Kota Sragen Sukowati merupakan pasar terbesar yang ada di Kabupaten Sragen.
Sesuai dengan namanya, pasar tersebut berada di pusat Kota Sragen yang berada di pinggir Jalan Raya Sukowati.
Nampak, pasar tersebut tak berbeda dengan pasar-pasar lainnya, yang terdiri dari deretan kios penjual baju, sepatu, tas, kuliner, hingga deretan penjahit.
Namun, tepat di tengah Pasar Kota Sragen itu terdapat tempat yang berbeda dari kios-kios lainnya.
Tempat tersebut dikelilingi pagar besi dan tertutup kain bewarna putih.
Didalamnya terdapat dua batu yang terletak berdampingan dengan ukuran yang cukup besar yang diatasnya terdapat kembang setaman.
Oleh para pedagang di Pasar Kota Sragen, batu tersebut dikenal dengan nama Eyang Watu atau Eyang Batu.
Batu tersebut merupakan batu yang dikeramatkan dan kini telah masuk ke dalam daftar cagar budaya yang terus dilestatikan oleh para pedagang pasar.
Ternyata keberadaan Eyang Watu di tengah Pasar Kota Sragen memiliki sejarah yang cukup panjang.
Pelestari cagar budaya Eyang Watu, yang juga merupakan Ketua Kerukunan Pedagang dalam Pasar Kota Sragen (KPPKS) Mario mengatakan batu tersebut berasal dari suatu pasar yang disebut Pasar Kecil.
"Yang dinamakan Mbah Watu atau Eyang Watu di tengah pasar rakyat ini adalah suatu tokoh yang luar biasa di Kabupaten Sragen yang berbentuk dua batu," ujarnya kepada TribunSolo.com, Selasa (26/7/2022).
"Asal mulanya dari Pasar Cilik (kecil) yang ada di distrikan atau utara terminal lama (Kelurahan Sragen Wetan), waktu itu barangkali ada suatu aura yang luar biasa untuk kemajuan Kabupaten Sragen," tambahnya.
Kemudian, Eyang Watu dipindahkan ke suatu tanah belantara yang masih kosong dan penuh dengan rumput serta alang-alang.
Tak lama batu tersebut kembali lagi ke Pasar Cilik yang ada di utara terminal lama.
Sampai akhirnya, para tokoh-tokoh di Kabupaten Sragen berkumpul untuk memindahkan Eyang Watu dengan menggunakan adat kejawen.
"Karena kembali lagi ke Distrikan, para tokoh-tokoh berkumpul dan memindahkan batu tersebut dengan menggunakan ritual adat kejawen yang waktu itu masih berlaku," jelasnya.
Diketahui, Eyang Watu terjadi di era kepemimpinan Bupati Sragen Raden Suprapto Wirjosaputro antara tahun 1950-1959.
Sekretaris KPPKS, Ratman atau lebih dikenal sebagai Doyok mengatakan pemindahan batu tersebut tidak dapat dilakukan 1-10 orang saja.
Melainkan harus melalui prosesi kirab dari Keraton Surakarta dan dipindahkan menggunakan kuda.
"Jadi pemindahan dari distrikan ke Pasar Kota dulu itu dinaikkan kuda, diangkat oleh 1-10 orang itu tidak kuda, lalu diangkat oleh kuda," jelasnya.
"Eyang Watu ini memang dari distrikan pemindahannya pakai kirab dari Keraton Surakarta," imbuhnya.
Benda cagar budaya tersebut juga sering didatangi para peziarah yang kebanyakan datang saat Jumat Pahing dalam kalender Jawa.
Menurut Doyok Jumat Pahing bukanlah hari khusus untuk berziarah, melainkan hari lain pun warga diperbolehkan untuk berkunjung.
"Kenapa harus Pahing, sebenarnya tidak ada patokan khusus kenapa harus Pahing, kalau dulu di sekitar pasar cilik ada pasar lainnya yang berdekatan, seperti pasar hewan," ujarnya.
"Dan kebetulan ramainya saat Pahing, kalau disini juga kebanyakan yang datang saat Jumat Pahing, kalau hari biasa datang kesini juga tidak apa-apa, tidak ada persyaratan tertentu," imbuhnya.
Kebanyakan peziarah yang datang berasal dari luar Kabupaten Sragen, ada yang datang dari Jawa Timur dan kabupaten sekitaran Sragen.
Ia membantah dengan tegas, kabar yang menyatakan cagar budaya tersebut digunakan para pedagang sebagai penglaris.
"Itu tidak betul, karena pedagang disini sudah dibekali ilmu agama masing-masing, selalu diimbau boleh ziarah kesini, jika berdoa hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa," tegasnya.
"Kalau ziarah ada yang sekadar ingin tahu, ada yang punya ukuran keinginan, ya kita tidak tahu, pokoknya kalai kesini tidak ada syarat tertentu," kaya Doyok.
Terpisah, pelestari Cagar Budaya Eyang Watu yang lain, yang juga merupakan petugas keamanan Pasar Kots Sragen, Joko menuturkan jika keberadaan situs tersebut bisa dikatakan sebagai pelindung Pasar Kota Sragen.
Joko menceritakan jika saat masih kecil, ia mengetahui peristiwa kebakaran, namun api tak langsung membesar.
Selanjutnya beberapa waktu terakhir juga sering terjadi kebakaran kios di sekitar Pasar Kota Sragen, namun api tidak sampai masuk ke dalamnya.
"Sebenarnya ini pelindung Pasar Kota, sejak adanya Eyang Watu ini, sejak saya masih SD setiap ada kebakaran tidak jadi, naik seperti naik sendiri, saya juga nggak ngerti kok bisa ya," terangnya.
"Seperti yang kemarin di kios itu besar sekali tapi tidak sampai masuk ke dalam, mungkin kalau nggak ada pelindungnya mungkin ya sudah terjadilah, harus dirawat dengan sebaik-baiknya," imbuhnya.

Пікірлер: 2
@SupriYono-bh2rx
@SupriYono-bh2rx Жыл бұрын
Mantap pak doyok
@buindri-vz3rv
@buindri-vz3rv Ай бұрын
Ini musyrik.Na'udzubillah.
Happy 4th of July 😂
00:12
Alyssa's Ways
Рет қаралды 70 МЛН
A clash of kindness and indifference #shorts
00:17
Fabiosa Best Lifehacks
Рет қаралды 124 МЛН
КОМПОТ В СОЛО
00:16
⚡️КАН АНДРЕЙ⚡️
Рет қаралды 30 МЛН
Koper Unik Jemaah Haji
3:45
CNN Indonesia
Рет қаралды 28 М.
FAKTA Pak Camat Menangis Melihat Guru Honorer Ngawi Gaji 350 Ribu Tinggal Bersama Kambing di Pandean
8:03
LIVE Lokakarya 7 Festival Panen Karya Belajar Calon Guru Penggerak Angkatan 5 Kabupaten Ngawi
12:40
Calon Guru (Kanjeng Mariyadi Ngawi)
Рет қаралды 26 М.
Happy 4th of July 😂
00:12
Alyssa's Ways
Рет қаралды 70 МЛН