Bismillah Selamat kembali ke tanah air dan berkumpul kembali dengan keluarga Semoga haji yang telah ditunaikan diterima Allah Aamiin
@ahidamuhsin9536 ай бұрын
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ Alhamdulillah kita panjatkan puji dan syukur kita kepada Rabbul A’lamiin atas segala nikmat dan karunia yang Allah berikan kepada kita sebagaimana yang kita ketahui bahwa nikmat Allah itu tidak pernah henti sebagaimana kehidupan kita, dimana bumi di pijak disana ada nikmat الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى. Sebagaimana shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasul kita Nabi kita Muhammadin عليه الصلاة و السلام beserta para keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqamah berjalan dibawah naungan Sunnah beliau sampai Hari Kiamat kelak. Dan semoga Allah merahmati Al Imam An-Nawawi رحمه الله تَعَالَى beserta keluarganya dan seluruh ulama kita dan semoga Allah merahmati Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri حفظه الله dan seluruh team juga orang-orang yang beriman dan umat Muslim dimanapun mereka berada, آمِيْنُ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن. PART ONE Akidah Ahlussunnah wal Jama’ah dalam masalah Iman bahwa Iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan maksiat. Artinya apabila musim Haji, Qurban kita, 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah kemarin, ibadah kita di terima oleh Allah Tabaroka wa Ta’ala, maka seyogyanya hari-hari ini kita masih berada di kondisi Iman yang sangat baik, positif dan kita berada di jalur keimanan yang tepat dan kita berada di kualitas keimanan yang tinggi. Karena 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah kemarin adalah hari-hari yang paling dicintai oleh الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى untuk beramal shalih atau ibadah yang sangat prestigious. Ibadah yang sangat membuat seseorang itu istiqomah, sebagaimana yang dicontohkan oleh sosok yang pertama kali berqurban dan menjadi teladan kita untuk berqurban yaitu Nabi Ibrahim عليه السلام. Ketika beliau berhasil berqurban, apa kata الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى? Allah berfirman, وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ “Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian” (QS As-Saffat: 108). Oleh karena itu semoga Allah memberikan keistiqomahan kepada kita dan semoga Allah menerima amal ibadah kita dan apabila amal ibadah kita di terima oleh الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, maka pada hari-hari ini kualitas Iman kita sedang dalam kondisi yang baik, sehat dan dalam kondisi yang bisa kita gunakan untuk terus tetap istiqomah. Session Tanya-Jawab: Tanya: Apakah saya harus mencintai Ibu saya ketika qadarullah ibu saya belum terlalu taat atau cukup dengan berbuat baik maksimal saja kepada ibu, terkait hadits bahwa kita akan dikumpulkan dengan orang yang kita cintai? Jawab: Sebuah fitrah yang ada di dalam diri manusia, kita akan simpati, suka, sayang dan kita akan mencintai orang yang berbuat baik kepada kita. Terlebih lagi berbuat baik itu di atas ketaatan dan tidak ada unsur maksiat. Terlebih lagi apabila dia seorang muslim atau muslimah, maka ketika orangtua kita khususnya ibu kita belum sesuai ekspektasi kita atau belum berada di kondisi yang ideal, namun dia adalah seorang muslimah dan beliaulah yang mengandung kita. Kita berada di rahimnya selama 9 bulan 10 hari kurang lebih, lalu beliau melahirkan kita, memberikan asi kepada kita, mengasuh kita yang sebelumnya beliau mempertaruhkan nyawa untuk kita ketika melahirkan kita dan beliau tidak membuang kita dan memilih untuk mengasuh, menyusui, bangun di tengah malam, memilih mengganti pampers atau popok kita, menggendong kita kemanapun ia pergi, maka tidakkah itu cukup untuk mencintainya? Bukankah itu ketaatan dan amal shalih? Dan bukankah cinta karena Allah adalah mencintai seseorang karena ketaatannya? Dan bukankah sabar dalam proses kehamilan kita dan sabar dalam menahan rasa sakit pada saat melahirkan lalu sabar dalam menyusui, mengasuh, menggendong, merawat, menyiapkan seluruh keperluan kita bukankah itu bentuk ketaatan kepada Allah? dan bukankah itu bagian dari cinta karena Allah dan benci karena Allah? Oleh karena itu walaupun ibu kita belum berada di level yang standard atau ideal, tetapi jangan pernah lupa kebaikan beliau. Dan kebaikan-kebaikan beliau itu secara zahir adalah ketaatan kepada الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى. Dan ikatan iman terkuat adalah cinta karena Allah yaitu dia telah melakukan ketaatan kepada Allah dengan menjaga, mengasuh dan merawat kita. Maka jangan sampai kita hanya berbuat baik hambar kepada beliau, tetapi hendaknya kita berbuat baik karena kita mencintai Allah lalu kita mencintai beliau. Itulah seorang anak yang shalih dan anak yang berbakti kepada orangtua. Sekali lagi, orang yang bijak adalah orang yang tidak menuntut kesempurnaan dari manusia, bukankah syarat menjadi orang yang shalih itu apabila amal shalih itu lebih besar daripada keburukan? Dan tidak disyaratkan untuk sempurna. Bukankah Nabi ﷺ bersabda, كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ artinya, “Setiap anak Adam banyak melakukan kesalahan demi kesalahan, namun yang terbaik dari orang-orang yang banyak melakukan kesalahan adalah orang yang banyak bertaubat kepada Allah” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah). Oleh karena itu maka sayangilah orangtua kita sebagaimana mereka mengasuh dan menyayangi kita pada saat kita kecil. Makanya do’a orang beriman itu رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil” (QS Al-Isra’: 24). Dan bukan sayangilah mereka karena mereka orangtua yang sempurna, bukan seperti itu dan tidak ada do’a yang seperti itu, tetapi “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. To be continued 1 of 2 part Mohon maaf dan juga koreksinya jika ada kekeliruan atau kesalahan karena keterbatasan dan kurangnya pemahaman ilmu yang saya miliki dalam merangkum, والله أعلم بالصواب اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ Barakallahu fikum… Jakarta, Selasa, 18 Dzul Hijjah 1445 AH/25 Juni 2024 Ahida Muhsin
@sayyidah_1236 ай бұрын
🤲🏼 al fatihah buat Ustaz Nuzul - memilih untuk tidak membuang kita - mengandung, melahirkan, mendidik, merawat - qs al ankabut:2,3 - minta selamat, jangan minta" ujian - hadis jangan pernah berharap bertemu musuh - mertua mahram selamanya - mertua beza dengan orang tua - al isra:23 - dengan binatang pun tak boleh jahat, apatah lagi manusia ✨ daripada didikan mertua lah kita dapat pasangan yang baik ✨ walaupun bukan didikan, tetap daripada rahim mereka
@Nabila_marsy6 ай бұрын
Alhamdulillahiladzi bini'matihi tatimush sholihaat Jazakumullahu Khairan Katsira wa barakallahu fikuum Ustadzuna dan Tim
@HastoPandito-ir7ub6 ай бұрын
Semoga menjadi haji yang mabrur....mendapatkan rahmat Alloh yang luas, amin yaa Rabbal alamin
@syaputrifebrinasari48406 ай бұрын
Masya Allah Tabarakallah
@ukhtydhie596 ай бұрын
جزاك الله خيرا و أحسن الله اٍليك يا أستاذي الحمد لله ،استاذ بخير
@solahuddinbatubara6 ай бұрын
Masyaalloh walhamdulillah Jazakumullohu khoiron ustad, semoga ilmu yg disampaikan bermanfaat bagi kmai sekeluarga dan ummat secara umumnya Barokallohu fiik ustadzunalkarim
@diahsaputri25306 ай бұрын
Barakallahu fiik ustadz
@dzikristore5286 ай бұрын
Alhamdulilah
@syafitrifitri54686 ай бұрын
Jazakumullah khairan katsiron ilmu nya ustadz, semoga ustadz dan keluarga sehat sehat selalu…🤲
LAST PART Tanya: Katanya hidup itu harus keluar dari zona nyaman, apa pandangan Islam mengenai pernyataan tersebut? Jawab: Hidup itu adalah ujian, sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Mulk: 2 yang berbunyi; الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ Yang artinya. “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS Al-Mulk: 2). Jadi hidup itu adalah ujian dan secara umum pada saat kita di uji kita keluar dari zona nyaman kita, karena secara umum manusia itu tidak nyaman ketika di uji. Dan itulah hidup, hidup itu ujian untuk menguji siapa diantara kita yang baik amalnya. Dan Allah juga berfirman dalam QS Al-Ankabut: 2 yang berbunyi; أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ Yang artinya, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS Al-Ankabut: 2). Dan ayat berikutnya Allah berfirman dalam QS Al-Ankabut: 3 yang berbunyi; وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ Yang artinya, “Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” (QS Al-Ankabut: 3). Tujuan dari ujian adalah melihat siapa yang jujur dalam keimanan, siapa yang jujur dalam claim dan siapa yang berbohong dalam mengclaim. Dan kita tidak diminta untuk mencari-cari ujian, namun kita minta selamat dan biarlah Allah yang Maha Tahu di timing apa atau di waktu kapan dan di tempat yang mana Allah memberikan ujiannya dan jangan pernah meminta ujian dan jangan pernah kita berharap di uji. Nabi ﷺ bersabda, “Jangan pernah berharap bertemu dengan musuh, namun minta keselamatan. Dan kalau Allah takdirkan anda bertemu dengan mereka maka bersabarlah”. Ini kaidah besar kata para ulama bahwa jangan pernah berharap minta ujian dan musibah dan jangan berharap bertemu dengan musuh, namun minta keselamatan, tetapi kalau Allah takdirkan bertemu maka Sabar. Jadi kita jangan berkoar-koar ingin bertemu dengan ujian, namun berdo’a, “Ya Allah tolong selamatkan saya dan mudahkan saya”, dan kalau Allah takdirkan kita menghadapi ujian, maka hadapi dengan kesabaran. Sekali lagi, kita tidak minta juga, Allah akan uji kita. Biarlah Allah yang lebih tahu di waktu mana Allah menguji kita dan jangan meminta-minta, karena orang yang mengclaim dan berharap bertemu dengan ujian, dia mengclaim dia siap dan Allah uji lagi apakah memang benar siap? Namun mintalah keselamatan, nanti Allah akan mudahkan. Tanya: Bagaimana cara berbakti kepada mertua kita, apakah itu termasuk dalam pembahasan berbakti kepada orangtua dan mendapatkan pahalanya yang serupa? Jawab: Wallahu ta’ala a’lam bishawab bahwa mertua punya kedudukan di dalam Islam. Karena Mertua adalah Mahram selama-lamanya. Namun mertua bukan orangtua dan berbeda dengan orangtua, diantara dalilnya adalah QS An-Nisa’: 23 yang berbunyi; حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا Yang artinya, “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS An-Nisa’: 23). Jadi Allah membedakan antara Ibu kalian dengan Ibu mertua dan tidak disamakan. Lalu bukan berarti kita tidak boleh bersikap baik dengan mertua. Jangankan dengan mertua, terhadap orang yang tidak dikenal apakah kita boleh bersikap jahat? Tidak boleh. Jangankan sama manusia, apakah dengan bintang saja kita boleh bersikap jahat? Tidak boleh. Nabi ﷺ mengatakan, “Ada seseorang manusia masuk Neraka hanya karena jahat terhadap seekor kucing”, kucing saja tidak boleh kita jahatin, apalagi manusia, apalagi orang beriman dan apalagi mertua kita. Maka bersikap baiklah kepada mertua, lalu ingatlah juga bahwa berbuat baik kepada mertua adalah tanda Syukur kita. Kalau kita istri maka kita bersyukur, karena melalui rahim beliaulah dan didikan merekalah kita punya suami yang baik kepada kita, yang menunaikan hak kita, menjaga, memuliakan kita. Maka jangan pernah lupa kebaikan sosok-sosok yang ada di balik suami kita, kalau suami kita tidak di didik oleh mertua kita bisa jadi tidak seperti ini hasilnya. Jadi bersyukurlah kepada mertua kita, kalau kita seorang suami maka berbuat baiklah kepada mertua, karena merekalah di balik kebaikan istri kita, nurut dan taatnya istri kita, kalau bukan karena didikan mereka setelah taufik الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, maka bisa jadi istri kita tidak seperti ini. Tetapi misalnya, suami atau istri saya tidak pernah di didik oleh orangtuanya ustadz, justru suami atau istri saya, Allah berikan taufik melalui lingkungan luar, mungkin kajian, teman, guru-guru beliau dan bukan dari orangtua?. Dan justru orangtua memberikan dampak negatif kalau saya lihat, karena saya tahu mertua saya dan apakah boleh kita sikapi sebaliknya? Tetap tidak boleh. Anggap saja suami atau istri kita itu menjadi baik setelah taufik dari Allah melalui guru, sahabat atau melalui lingkungan mereka dan bukan melalui orang tua, tetapi cukuplah jasa orangtua yang telah mengandung, yang telah melahirkan dan menjadi sebab adanya mereka? Itu sudah cukup bagi kita untuk berusaha membalas hutang budi kepada mertua kita. Dan jangan pernah melupakan jasa orang dan bersyukurlah kepada Rabbul ‘Alamin lalu kepada manusia, Nabi ﷺ bersabda, من استعاذ بالله فأعيذُوهُ ومن سأل بالله فأعطوه، ومن أتى إليكم معروفاً فكافئوه، فإن لم تجدوا، فادعوا له، حتى يعلم أن قد كافأتموه “Siapa yang memohon perlindungan dengan mengatasnamakan Allah , maka lindungilah dia. Dan siapa yang meminta dengan mengatasnamakan Allah, maka berilah ia. Dan siapa yang berbuat baik kepadamu, balaslah kebaikannya. Jika anda tidak mampu membalasnya, maka do’akanlah dia, sampai dia tahu bahwa kalian telah memberinya yang setimpal”. (Shahih) Ash Shahihah (254): [Abu Dawud: 9-Kitab Az Zakah, 38-Bab ‘Athiyatu Man Sa-ala billah], Wallahu ta’ala a’lam bishawab. Mohon maaf dan juga koreksinya jika ada kekeliruan atau kesalahan karena keterbatasan dan kurangnya pemahaman ilmu yang saya miliki dalam merangkum, والله أعلم بالصواب اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ Barakallahu fikum… Jakarta, Selasa, 18 Dzul Hijjah 1445 AH/25 Juni 2024 Ahida Muhsin