Mengapa Filsafat Bangkrut? Sebagian orang mengatakan bahwa filsafat telah mati. Yang dimaksud dengan pernyataan ini tentu filsafat sebagai sebuah disiplin ilmu. Filsafat sebagai cara manusia bertanya dan mencari "kebenaran" akan terus hidup. Pertanyaan-pertanyaan filosofis tak akan pernah mati sampai kapanpun. Apakah robot punya kesadaran, apakah etika bisa dibangun di atas biologi, adalah pertanyaan-pertanyaan filosofis yang terus hidup. Hanya saja, pertanyaan-pertanyaan itu kali ini lebih cocok dijawab oleh para saintis, bukan filsuf. Para saintis yang menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar itu adalah filsuf yang sebenarnya. Meski sebagian saintis kerap menolak dan merendahkan filsafat, isu-isu yang mereka bahas, seperti nyawa, kematian, dimensi lain, tuhan, dan etika, adalah soal-soal filsafat. Sebagai sebuah disiplin, filsafat telah mati. Fakultas filsafat di mana-mana mengalami kebangkrutan. Yang masuk ke jurusan filsafat bukanlah orang-orang yang istimewa, tapi umumnya mereka yak tak diterima di jurusan lain, atau agar bisa kuliah saja. Hanya sedikit mereka yang lulus dari fakultas Filsafat yang menjadi filsuf atau mampu berpikir filosofis. Sisanya entah ke mana. Mengapa filsafat bangkrut? Salah satu penjelasannya, karena filsafat sudah seperti agama, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tak penting, atau memberikan jawaban yang tak ada pertanyaannya. Metafisika sudah mati sejak Immanuel Kant, tapi isu-isu metafisika terus didiskusikan, dengan tebakan-tebakan yang semakin liar. Mereka membicarakan sesuatu yang tak perlu dibicarakan. Sebagian pegiat filsafat menggunakan filsafat bukan untuk berpikir, tapi untuk menghamba pada agama. Namanya bisa bermacam-macam: filsafat perenial, tradisionalisme, iluminasionisme, filsafat transendental, dll. Mereka sebetulnya bukan sedang berfilsafat, tapi sedang berusaha meyakinkan diri bahwa agama dan metafisika masih masuk akal. Mereka berupaya membela sesuatu yang tak dapat dibela. Alasan lain mengapa filsafat bangkrut, karena pelakunya tak mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Mereka berasyik-masyuk dengan buku-buku filsafat kuno tapi tak menyadari bahwa ilmu pengetahuan telah berkembang begitu dahsyatnya. Misalnya, dosen filsafat yang masih meyakini dan mengajarkan empat fakultas jiwa dalam diri manusia, yang diperkenalkan Aristotles dan dielaborasi secara panjang-lebar oleh Ibn Sina, turut menyumbang kebangkrutan. Filsuf yang masih percaya keberadaan ruh dalam diri manusia, atau hati (qalb) sebagai salah satu sumber pengetahuan, mirip seperti katak dalam tempurung. Why? Karena dunia kedokteran dan Biologi modern sudah membuktikan kekeliruan pandangan kuno itu. Tak ada yang namanya ruh dalam Biologi modern. Tak ada yang namanya hati sebagai sumber pengetahuan. Seluruh kerja tubuh manusia digerakkan oleh syaraf dan semuanya terpusat di otak. Ilmu Syaraf (Neuroscoence) membuktikan kesalahan seluruh uraian filsuf Klasik dan Abad Pertengahan tentang manusia. Tak ada yang lebih ngaco dari klasifikasi Ariestotlian tentang pembedaan tiga jenis makhluk: hewan, tumbuhan, dan manusia. Klasifikasi ini diikuti sebagian besar filsuf Muslim dan Kristen pada Abad Pertengahan. Ilmu taksonomi modern membuktikan bahwa hewan, tumbuhan, dan manusia berasal dari satu kelompok (domain) sel yang sama, yang disebut Eukarya. Manusia bahkan satu level (kingdom) dengan hewan, khususnya hewan bertulang belakang. Biologi modern menjelaskan bahwa manusia adalah bagian dari binatang. Ia bersaudara dengan beragam jenis ikan, amfibi, reptil, unggas, dan mamalia. Temuan sains modern ini memberikan dampak yang tak terperikan bagi pemahaman kita tentang manusia. Mereka yang masih memeluk keyakinan lama tentang manusia pastilah keliru dalam memahami konsekwensi-konsekwensinya. Filsafat bangkrut karena para pegiatnya gagap dalam mengikuti perkembangan sains dan ilmu pengetahuan.