Рет қаралды 20,023
• PAMALI DAN UPAYA MENGA...
PAMALI DAN UPAYA MENGATASINYA.
#pamali
#CiriCiriPamalian
#karangPanas
Kata pamali, pemali dan sejenisnya berarti tabu atau larangan. Malahan disebutkan dalam mitologi Hindu bahwa Sang Bhuta Pemali adalah bhuta kala penguasa tata ruang dan tempat, misalnya jika ada benda ditempatkan pada tempat yang tidak semestinya, bisa membuat orang itu sakit dan sakit ini disebut pamalian. Pamali juga berarti kembali dan mendapatkan akhiran an berarti dikembalikan. Apa yang dikembalikan ? Yang dikembalikan adalah segala hal yang dilanggar manusia atau segala hal yang dibuat manusia sehingga menyebabkan sakit. Dalam tradisi Hindu di Bali, sakit karena pamalian acapkali diruwat dengan melaksanakan upacara Rsi Gna, yang fungsi masing-masing sarananya sebagai berikut: 1) sesayut durmangala difungsikan untuk menjauhkan segala hal yang bersifat negatif; 2) pemiakala, sebagai lambang penyucian yang bersifat lahiriah; 3) pemangguh pamali juga termasuk lambing persembahan kepada bhuta kala, sebagai penguasa tata ruang tersebut. Pamali terjadi karena dilanggarnya ‘kesepakatan’ yang seharusnya bersinergi dengan alam. Pembagian ruang dalam rumah, tata letak yang telah disepakati tentang arah ulu (luan) dengan ilir (teben). Jika consensus itu dilanggar, maka akan terjadi ketidak harmonisme hubungan, dan akibatnya sakit. Dalam beberapa kasus pamali dapat terjadi jika rumah tidak memiliki pembatas (sengker) yang jelas, karena pagar sesungguhnya membedakan mana bagian luar dan mana bagian dalam. Keseimbangan pada tata letak bangunan juga dapat menyebabkan pamalian. Dalam asta kosala kosali sudah sangat jelas mana bagian kepala (luan) dan mana bagian kaki (teben), tetapi bagaimana dalam ruang yang sempit, maka jawabnya harus tetap jelas mana luan dan teben sebagai bagian sakral dan bagian profan. Di antara semua bentuk pamali, yang paling sering ditemukan adalah tidak adanya pembatas (sengker) antara ruang tempat tinggal pribadi dengan yang lainnya. Oleh karena jika tidak ada pembatas (sengker), maka antara luar dan dalam tidak ada bedanya, akibatnya energi negatif yang keluar-masuk tidak ada yang membatasi. Mengapa ? Jika dianalogikan antara tubuh dengan ruang, sama-sama terbangun dari panca maha bhuta. Tubuh manusia terbangun oleh panca maha bhuta, yaitu apah, teja, bayu, akasa, dan eter. Tubuh manusia yang dibangun dengan panca maha bhuta dibatasi dengan kulit yang disebut karang awak. Sedangkan rumah beserta pekarangannya disebut karang natah. Jika karang awak dibatasi dengan kulit, maka natah seharusnya dibatasi dengan pagar atau sengker. Analog yang juga dapat disepadankan bahwa tubuh tidak terpisah. Kepala, badan, tangan, dan kaki adalah satu kesatuan yang terintegrasi disebut aksara Ang. Begitu juga karang tanah, harus ada penghubung antara tanah dengan merajan agar maurip atau hidup, terutama untuk menghidari pamali. Dalam salah satu dharma wacanya Ida Pedanda Made Gunung pernah menyatakan “bahwa anak yang lahir dengan kondisi pelinggih di lantai atas, bisa tumbuh menjadi anak nakal (ngelaleng) dan itu dapat pula menimpa istri atau sumai yang mengalami hal yang sama”. Jika tidak ada penyatuan antara kepala dan badan, merajan dengan tanah, maka karang awak akan mengalami gangguan dari level kecil hingga level merah dan berbahaya.
Bagaimana penjelasan selanjutnya, silahkan simak sesuluh Yudha Triguna melalui Yudha Triguna Channel pada KZbin, juga pada Dharma wacana agama Hindu.
Untuk mendapatkan video-video terbaru silahkan Subscribe
kzbin.info/door/B5R
Facebook:
yudhatriguna
Instagram:
/ yudhatrigunachannel
Website:
www.yudhatriguna.com