Рет қаралды 297
Saat sekolah terpaksa tutup karena pandemi, siswa pun mau tak mau belajar secara jarak jauh dalam situasi dan kondisi belajar di rumah yang berbeda-beda. Kesenjangan pun semakin tak bisa dihindari, karena Kaltara memiliki sarana listrik dan internet yang terbatas. Hasil pemetaan bersama dinas pendidikan dan INOVASI di Bulungan, Malinau, dan Tana Tidung menunjukkan hampir 30 sampai 50 persen SD tidak memiliki akses listrik dan internet.
Salah satu hal yang paling terkena imbas kondisi ini adalah kemampuan literasi dasar siswa. Sebelum pandemi, hasil Assesmen Kompetensi Siswa Indonesia atau AKSI Kemdikbud 2016 menunjukkan kemampuan membaca siswa kelas IV di Kaltara berada dua point di bawah rata-rata nasional. Temuan ini juga diperkuat Survei Inovasi Pendidikan dan Pembelajaran Indonesia atau SIPPI yang dilakukan INOVASI di sekolah mitra INOVASI, yang menemukan bahwa hanya 15 persen siswa kelas 1 SD yang mampu membaca dan 61 persen di kelas 2.
Pandemi diperkirakan memperparah ketimpangan dan menghambat kemampuan membaca siswa. Studi World Bank pada tahun 2020, misalnya, memprediksi turunnya nilai PISA atau Program for International Student Assessment siswa Indonesia dalam hal membaca sebesar 11 poin karena 4 bulan penutupan sekolah. Padahal kemampuan membaca merupakan bekal penting bagi pembelajaran siswa pada tingkat selanjutnya. Dalam menghadapi situasi ini, diperlukan solusi terkait metode ajar untuk mengakomodasi perbedaan kemampuan siswa, yang dikenal sebagai Pembelajaran Terdiferensiasi.